Prof. Diabetik
9:33 PM
Entah mengapa selalu ada kekuatan magis yang seolah-olah hadir setiap kali kata "Generasi Soedirman, Putra-Putri Jenderal Soedirman" digelorakan. Entah pada setiap kompetisi karya ilmiah yang saya ikuti, atau pun malam ini saat debat capres-cawapres BEM Unsoed. Seketika seolah merasakan lagi saat berdiri di depan para finalis dari berbagai universitas se-Indonesia, mengenakan almamater kebanggan, mengepalkan tangan sembari menggelorakan "Kami, putra-putri Jenderal Soedirman.."
Malam ini harusnya saya menyelesaikan laporan teknologi pengolahan buah sayur yang harus dikumpulkan besok, tapi saya masih asyik dengan setumpuk jurnal tentang mikroenkapsulasi, nanoteknologi. Masih tentang bakteri bifidium. Juga masih tentang selai stroberi. Masih sebatas konsep. Belum ada draft yang diajukan untuk bimbingan. Masih tentang PUFA dan MUFA. Dan yang jelas akan selalu tentang diabetik.
"Nabila, sekali-kali ambil kanker atau tumor," Bu Hidayah sering menawarkan setiap kali bimbingan. Tapi entah mengapa saya masih asyik dengan penyakit degeneratif ini. Mungkin bukan tentang penyakitnya, Tentang orang yang menderita ini. Tentang orang tua yang harus kehilangan anaknya. Tentang adik yang harus kehilangan kakaknya. Karena mereka. Ah, tidak boleh nangis lagi, Bil.
Ah betapa inginnya saya menjadi peneliti, menjadi ilmuwan, oleh karena itu saya belajar politik. Karena saya tahu, politik mempunyai andil besar pada setiap pengambilan keputusan kebijakan. Jika ada yang menanyakan mengapa saya tidak fokus saja terus-terusan di keilmiahan, maka jawaban saya, "Agar tidak ada Pak Warsito-Pak Warsito lain yang tidak diakui di rumahnya sendiri"
Masih tentang peneliti. Dan selalu tentang peneliti.
Purwokerto, 10 Desember 2015
Prof. Nabila Faradina Iskandar
Ini do'a :D
1 komentar
aamiin
BalasHapus