S2 dan -Tidak- S2-
10:21 PM
Sudah lama menulis ini. Tapi baru berkeinginan di post. Karena semakin banyak yang bertanya. Semoga bisa diambil manfaatnya.
Dua bulan bekerja pertanyaan "Mengapa akhirnya memutuskan bekerja" masih saja menghampiri. Tidak sedikit yang mempertanyakan. Saat berkas sudah di siap. Bahkan beasiswa pun ada. Tapi akhirnya saya memutuskan bekerja lebih dulu. Ada banyak alasan. Banyak sekali pertimbanga. Banyak hal juga yang harus aku korbankan. Dan aku akan memulai cerita itu. Silakan di simak jika dirasa bisa diambil manfaatnya. Jika tidak berhenti pada bagian ini pun tidak masalah :)
Rasa-rasanya hampir semua orang yang kenal dengan saya tahu, jika saya suka sekali belajar, suka sekali berjibaku dengan segala hal yang erat kaitannya dengan penelitian, singkatnya semua orang menyimpulkan bahwa saya harus melanjutkan studiku. Sehingga pertanyaan "Mengapa akhirnya memutuskan bekerja", selalu saja menghampiri. Orang-orang tidak puas dengan keputusan yang saya buat. Dan saya sungguh berterima kasih atas itu.
Ada banyak hal, alasan pertama adalah "bahwa untuk menjadi seorang pendidik, saya tidak hanya boleh memiliki banyak ilmu, tapi juga banyak pengalaman". Saya ingin menjadi dosen dan sepertinya semua orang tahu itu. Bagi saya, menjadi seorang pendidik bukan hanya menyampaikan ilmu, tapi juga nilai, nilai-nilai kehidupan yang tak akan di ajarkan di kelas mana pun, dan itu di dapatkan dari pengalaman.
Awalnya saya juga ragu, apakah dengan bekerja akan banyak nilai yang saya dapatkan? Ini masih saya pelajari hingga detik ini. Di lain kesempatan saya akan menceritakan bagaimana pengalaman saya bekerja, keluar dari zona nyaman, dan merubah kepribadian saya. Singkatnya saya tidak menyesali keputusan untuk bekerja lebih dulu, meski harus keluar dari zona nyaman, meski harus jatuh bangun beradaptasi dengan keadaan.
Di sini sembari bekerja sama masih aktif di kegiatan remaja masjid, mengajar anak-anak tentang pertanian, juga menambah kapasitas keilmuan saya. Dengan waktu yang sempit di tengah-tengah jadwal kerja yang padat, tapi saya menikmatinya. Saya mengazamkan, bahwa apa yang saya punya akan saya bagikan, jadilah saya harus memiliki banyak pengalaman.
Kedua, saya ingin memanfaatkan keilmuan yang telah saya dapatkan selama di kampus. Sembari mencari ide penelitian untuk thesis dan disertasi. Dan ternyata, saya menemukan banyak keahlian baru. Bekerja sebagai QC membuat saya terlatih menyelesaikan banyak sampel dalam waktu yang singkat dengan tuntutan yang tidak main-main. Saya tidak pernah membayangkan jika fatalnya pekerjaan saya membuat truk-truk yang berjajar di gerbang perusahaan harus kembali jika saya menyatakan sampel bahan baku yang di bawa tidak memenuhi standar. Atau analisis saya yang akan mempenharuhi apakah produk di pasarkan atau tidak. Untung saja saya punya Allah yang maha kuat.
Ketiga, jika ditanya, apa yang orang tua inginkan dari anaknya setelah disekolahkan hampir 16 tahun, pastilah itu bekerja. Orang tua saya tidak pernah melarang saya melanjutkan studi. Sama sekali tidak. Tapi, sebagai orang tua pada umumnya, jauh di bawah hati kecil mereka, mereka ingin melihat anaknya bekerja. Pada bagian ini, saya yakin setiap anak punya kisahnya masing-masing.
Ketiga alasan itu yang mendasari saya, alasan ke empat, lima, dst, adalah alasan pribadi yang saya rasa setiap orang juga memiirkannya. Iya, hidup terus berjalan, lulus, kemudian menikah. Di mana setiap keputusan tak lagi saya gantungkan pada jawaban akhir orang tua, di mana setiap permasalahan harus saya temukan sendiri penyelesaiannya. Dan saya menganggap sekarang saya tengah 'sekolah', mempersiapkan kehidupan di mana setiap keputusan saya yang harus siap mempertanggujawabkan konsekuensinya.
Jauh dari semua alasan itu, berkonsultasilah dulu pada Rabbmu, yang memilikimu lebih dari siapa pun.
Bogor, 1 Maret 2018
Azifah Najwa
0 komentar