Refleksi Rantau 1 Muara
9:35 PM
[Sedang menghabiskan novel Rantau 1 Muara]
Bukan kali pertama membaca novel ini, hanya saja, sekarang aku sedang butuh asupan nutrisi -bahagia- untuk melanjutkan novel Dandelion, sebelum November ini, hanya saja sekarang aku sedang butuh asupan nutrisi untuk menata ulang mimpiku, hanya saja sekarang aku sedang butuh asupan nutrisi untuk move on dari waiting list apply paper Jepang kemarin, hanya saja sekarang aku sedang butuh tenaga untuk menata ulang karya ilmiah yang akan aku ajukan untuk seleksi mapres tahun depan, dan hanya saja hanya saja yang lain yang tak bisa aku jelaskan.
Novel ini selalu berhasil mengajakku kembali ke masa lalu di mana aku menghabiskan malam-malamku untuk menyelesaikan deadline berita. Dua tahun terakhir sejak 2007 aku mulai lupa rasanya dikejar deadline berita. Pernah menjadi pimpinan redaksi majalah saat SMP kemudian lanjut menjadi jurnalis lepas di berbagai media masa membuatku bisa dengan bijak merasakan setiap kata yang A. Fuadi tuliskan. Aku seakan hidup di dalamnya. Hanya saja aku tidak pernah mewawancarai pocong.
Entahlah, saat pertama kali kuliah sama sekali tidak tertarik dengan lembaga pers mahasiswa, belum lagi "cerita-cerita" lain yang aku dapat dari senior, bagiku, bekerja harus bahagia, bagaimana bisa profesional jika tidak bahagia, dan tidak suka sekali mencampuradukan urusan pribadi dengan kerjaan.
Dan tetiba, ingat, kalau novel ini yang membuatku seperti sekarang ini. Man saara ala darbi washala. Sama seperti Alif, berulang ia menanyakan apa tujuan sebenarnya? Untuk materi? Atau kepuasan? Dan aku pernah gagal meyakinkan ibuku. Aku pernah memuat cerita ini di blog ini, silakan cari jika tertarik, tidak pun tidak masalah.
Benar kata kalian, perkerjaan yang aku sukai adalah menuntut ilmu, dan jalan yang aku lalui adalah belajar. Itu sebabnya aku menulis, itu sebabnya aku membaca, dan itu sebabnya aku suka sekali mengajar.
Rumah, 24 Juli 2015
Azifah Najwa
0 komentar