Just Note

Sejak aku jatuh cinta pada caramu membaca, sejak itu pula aku berjanji untuk tidak berhenti menulis

    • Home


    Bagaimana jika kita sudahi saja?

    Bukankah kau masih ingin memanjakan egomu, sedang aku sebaliknya
    Bagaimana jika nyatanya selama ini aku tidak menemukan apa yang aku cari
    Bagaimana jika nyatanya aku menyesal pernah punya kesempatan untuk pergi tapi memilih tinggal

    Bagaimana jika aku merasa berjuang seorang diri, pura-pura meyakinkan diri sendiri bahwa aku bahagia, meski nyatanya aku selalu merasa hampa

    Bagaimana jika aku sungguh ingin menyudahi semua ini?
    Bagaimana jika jujur aku katakan, bahagiaku bukan lagi tentang kamu


    Bogor, 19 Oktober 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading


    Kurang lebih dua bulan aku vakum dari urusan per scholarship-an. Memilih menepi sejenak dengan dalih menikmati hidup tanpa beban pikiran. Membantunya mencari pekerjaan, menyiapkan segala berkas-berkas keperluannya, apply satu demi satu perusahaan, menyiapkan segala keperluan interviewnya. Bahkan setelah sesibuk itu, nyatanya aku semakin memikirkannya.

    Tapi aku takut, meski aku tau dia pasti mengizinkan. Bahkan dia merelakan pekerjaannya demi aku bisa melanjutkan S2. Lalu apalagi yang aku ingin dia korbankan, untuk mengikuti keinginanku S2 di luar negeri, haruskah ia mengorbankan pekerjaannya? Mengorbankan keluarganya?

    Aku takut, takut menjadi bebannya, takut menghambatnya.


    Bogor, 2 September 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Aku tahu, dibalik senyummu yang berhasil mengelabuhi semua orang
    Ada resah yang sedang kau pendam
    Ada gelisah yang berhasil kau kubur dalam-dalam

    Kadang kau perlu meletakkan sebentar masalah yang kau genggam erat-erat

    Sejenak mengalihkan perhatian

    Kau perlu ingat,
    Bahwa ada aku yang tak rela kau menanggung beban sendirian




    Kebumen, 19 Agustus 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Kita ini lucu, seperti dua ekor merpati yang sama sama kehilangan satu sayapnya. Melihat merpati lain terbang dengan sempurna; kita merasa cemburu. Lalu kita saling menemukan. Sayap kita memang tidak tumbuh. Tapi sesuatu yang lebih baik tumbuh; kebahagiaan. Sejenak kita merasa kembali memiliki jiwa yang utuh. Seiring usia berkurang, kita pun menjadi pikun soal arti kekosongan. Seiring waktu memendek, harapan-harapan kita soal hidup justru bertambah panjang.


    Bogor, 5 Agustus 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Sebab aku terlalu mengenalmu
    Terlampau paham apa maumu
    Terlanjur mengerti dengan inginmu
    Dan yang aku tahu,
    Di dalamnya tidak pernah ada aku


    Bogor, 27 Juni 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Menurutmu aku harus bagaimana?

    Memilih mengambil jarak kau malah menjauh
    Bersikeras tapi kecewa yang aku dapat

    Apa aku sudah tak berharga lagi bagimu?



    Bogor, 28 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Terima kasih, skripsi, setidaknya kau membuatku sedikit dibutuhkannya

    Karena perihal pekerjaannya aku tak pernah tahu bagaimana lebih lagi diajak bercerita
    Karena pekerjaan dan hobiku sungguh tidak menarik untuknya



    Bogor, 24 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading


    Membiarkanmu yang semaunya sendiri adalah cara yang paling baik untuk membalasnya


    Bogor, 11 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Entahlah, mungkin aku hanya terlalu egois, memintamu menyelesaikannya segera yang nampaknya bukan prioritasmu.


    Bogor, 10 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Setiap pemimpin akan menciptakan pemimpin, 
    karena tidak ada estafet yang dimainkan sendiri 

    Bogor, 9 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Bulan ke-3 di Bogor dan masih harus bertahan di sini entah sampai kapan


    Bogor, 8 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Tersenyumlah. Bukan karena kita sudah paling bahagia sedunia, tapi simpel karena kita mensyukuri hidup ini.
    Tersenyumlah. Bukan karena kita sudah kaya-raya, tapi karena kita merasa cukup dan berterima-kasih.
    Tersenyumlah. Bukan karena kita sudah bebas dari masalah, tapi karena apapun yang akan terjadi besok lusa, itu adalah skenario terbaik yang terjadi.


    Bogor, 7 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Dua hari ini back up kerjaan temen yang lagi cuti, cukup bikin pingin ngacak-ngacak lab, ritme kerja yang belum tau kayak gimana, metode analisa yg semua baru dikenal pas di sini, ditambah drama awal produksi. Dan baru sadar, kalau aku pernah menginginkan itu. Beberapa hari yang lalu waktu pulang curhat, tentang ritme kerja yang monoton, yg beda banget sama pas di kampus, eh di kasih deh sama Allah.

    Lagi, waktu itu ada jadwal tes untuk lanjut studi yang kebetulan bentrok sama jadwal kerja, harusnya hari itu libur, lagi-lagi karena harus back up kerjaan temen, akhirnya masuk dan shift malem. Dan waktu itu aku sempet bilang ke temen kerja, "ah harusnya pake surat izin sakit aja". Qodarullah, besoknya sakit, ga tanggung-tanggung, gejala tipes, mungkin karena malem itu analisa limbah dengan kondisi badan ga fit dan hati ga ikhlas, hahahaa

    Ketika yg diucapkan menjadi do'a, sekarang, jadi hati-hati kalau ngomong, kl berpikir, dan pingin sesuatu. Apalagi memutuskan sesuatu~



    Bogor, 6 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Terkadang kita suka membenarkan sesuatu yang sudah jelas salah, 
    hanya karena takut kehilangan. 
    Atau menyalahkan sesuatu yang sudah jelas kebenarannya,
    hanya karena takut disebut pecundang


    Bogor, 5 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Kini setelah berjalan cukup jauh. 
    Aku merenung sekali, dan bercermin pada diri. 
    Betapa begitu banyak kesempatan yang sudah aku lewatkan. 
    Yang seharusnya bisa aku gapai tapi aku abai. 
    Yang seharunya bisa aku capai tapi aku lalai

    Pepatah klasik itu benar, penyesalan selalu di akhir cerita.



    Bogor, 4 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Senja, dari jarak ribuan kepak sayap, aku rindu.


    Bogor, 3 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Sekali lagi kita berhasil melewati badai
    Tapi ada yang berbeda kali ini
    Banyak kata yang menghilang
    Seperti ada canggung yang tak terbendung
    Entah badai ini
    Semakin menguatkan kita
    Atau justru
    Malah melemahkan



    Bogor, 2 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Purwokerto
    Kebumen
    Bogor

    Ke mana sebenarnya aku menyebut pulang
    Entahlah
    Hanya mengikuti di mana kau berada,
    di situ aku menyebutnya rumah


    Bogor, 1 April 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Jika ada yang tidak ingin aku lakukan pagi ini, itu adalah tidur. Lelah memang, tapi terbayar begitu melihatnya. Berkali-kali memandangi wajahnya, yang biasanya hanya bisa aku lakukan pada foto. Aku suka melihatnya tertidur. Ia tampan, sungguh. Dari wajahnya aku bisa melihat jika hidup yang ia lewati tak mudah. Aku bisa melihat betapa ia dewasa oleh masalah. Sambil terus berpikir, bagaimana dulu aku memutuskan jatuh cinta padanya, memutuskan melanjutkan hidup dengannya. 

    Ah, maafkan, sering membebanimu, sering memintamu ini-itu, menuntutmu begini-begitu...


    Purwokerto, 31 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Dulu aku terbiasa sendiri. Menjadi mandiri adalah keahlianku. Hingga kau tiba dan meruntuhkan keangkuhanku.

    Ah bagaimana bisa aku merasa payah saat membutuhkanmu


    Bogor, 30 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Batu yang sudah kulempar ke samudra. 
    Bagaimana cara mendapatnya lagi?

    Bunga yang kupetik dari tangkainya. 

    Bagaimana cara merekatkannya lagi?

    Tidak ada cara kembali, aku hanya perlu terus maju. 

    Entah berbelok atau tetap lurus 



    Bogor, 29 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Cinta tidak akan kehilangan daya magisnya meski ia hanya menjelma menjadi memback up pekerjaan yang harusnya menjadi pekerjaan kita, meski hanya menjelma menjadi satu kotak buavita, meski hanya menjelma cerita hingga membuat tawaku hari ini pecah

    Tentang keluarga yang bernama rekan kerja❤️



    Bogor, 28 Maret 2019
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Aku sedang tidak ingin menulis apa pun. Aku hanya ingin dia. Memastikan bahwa satu-satunya orang yang akan memintaku adalah dia. Meyakinkan pada diriku sendiri, bahwa segala kebaikan dan sifat buruknya bisa aku terima.

    Aku memikirkan dan mengkhawatirkan banyak hal tentangnya. Menimang baik-buruknya. Mengingat apa saja yang pernah kita lewati berdua. Bagaimana dia menjadi teman juga pasangan. Bagaimana dia membuatku kesal dan bahagia bersamaan.

    Dia ada disaat yang lain entah ke mana. Dia menjadi tempat ternyaman bahkan hanya untuk menceritakan hal-hal yang remeh bagi kebanyakan orang. Dia mengajarkanku banyak hal. Dia juga yang mengenalkanku pada sakitnya penghianatan.



    Ah, apakah aku sudah sedewasa ini? Saat jawaban ada sebuah pilihan hanya iya atau tidak



    Bogor, 27 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Bagaimana perasaanmu hari ini?

    Mengetahui orang yang telah kau acuhkan tapi tetap berusaha menanti

    Bagaimana perasaanmu hari ini?

    Jika kau mengenal orang itu, tapi perasaanmu tidak

    Bagaimana perasaanmu hari ini?



    Bogor, 26 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading


    Selamat berdamai dengan rindu, yang entah sampai atau tidak pada pemiliknya



    Bogor, 25 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    "Bil, enak kerja?"
    "Hmmm, monoton, Sal. Bosen."
    "Cepet-cepet S2 makanya yak!"

    Iya memang, aku sudah sangat ingin, Sal. Membayangakannya saja aku sudah senang, bagaimana menjalaninya.

    Aku juga tidak mengerti mengapa di antara begitu banyak hal menyenangkan, aku lebih memilih belajar. Aku juga tidak mengerti mengapa di antara begitu banyak profesi yang menyenangkan, aku ingin sekali menjadi dosen. Bahkan semakin kuat sejak memutuskan bekerja. Tidak ada pekerjaan yang mudah, yang ada pekerjaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.

    Tunggu aku, Sal.




    IPB, 24 Maret 2018
    Nabila,
    Pemburu Beasiswa
    Continue Reading

    Mengapa tulisan perkara asmara dan patah hati sangat diminati. Apakah karena kita semua pernah patah hati? Atau lantaran sebagian kita suka menikmati perih?


    Bogor, 23 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Jangan terburu-buru,
    Yang nampak indah belum tentu indah
    Bukankah kita harus menelaah?

    Seperti yang nampak cinta belum tentu cinta
    Seperti yang nampak sayang belum tentu sayang
    Dan yang bilang rindu pun belum tentu rindu

    Perkara rasa memang sulit diungkap lewat rasa


    Bogor, 22 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Pada banyak kesempatan saya mulai kembali percaya bahwa keyakinan dapat menumbuhkan kemampuan-kemampuan yang terpendam.



    Bogor, 21 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Selamat!
    Satu langkah telah terlewati. Hari yang mungkin pernah kau bayangkan sejak kau memulainya. Tentang kapan studimu akan selesai, topik penelitian apa yang akan kau ambil, bagaimana kau melewati skripsi, dan berbagai hal yang acap kali kau keluhkan, hari ini kau mulai melewatinya, satu per satu.


    Aku tahu ada iri yang diam-diam kau sembunyikan saat aku memulai banyak hal lebih dulu, bahkan saat aku benar-benar lulus lebih dulu. Hingga rasanya aku ingin sekali ke Purwokerto hari ini. Duduk di barisan paling depan, tidak, aku tidak berniat menanyakan apa pun, aku hanya ingin mengingat bagaimana kau melewati semuanya dengan tidak mudah. Boleh aku mengucapkan terima kasih? Atas kesempatan untuk selalu bisa bersamamu di setiap masa itu.


    Selamat, Sayang❤️



    Bogor, 20 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Jika menjadi diri sendiri akan melukai orang lain, maka aku memilih mengenakan lagi topengku

    Meskipun sembunyi di balik topeng tak pernah menyenangkan, tapi jika mereka dapat kembali tertawa, maka aku akan lega

    Setidaknya denganku mereka bahagia


    Bogor, 19 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Hari ini aku bahagia. Menghabiskan waktu bersamamu. Melihatmu tidur. Meniciummu berkali-kali sesuka yang aku mau. Makan berdua denganmu. Hari ini aku sungguh bahagia.

    Purwokerto, 18 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Yang ku harapkan dari sebuah pertemuan adalah perpisahan singkat untuk pertemuan yang diulang.


    Purwokerto, 17 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    No matter how old you get, you always need your mother when you don't feel good.

    Setiap jadwal keluar, I'm feel not good.



    Bogor, 16 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Alih alih gagah berani menghadapi kenyataan,
    aku seringkali bersembunyi.
    Dibalik tulisan-tulisan ini aku berlindung.
    Mencari kedamaian yang terkadang menghilang


    Bogor, 15 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Kita sering kali takut pada sesuatu yang tidak kita mengerti. Cara terbaik mengatasinya adalah belajar, bukan menghindar. Bukan pergi, tapi memahami.

    Karena pepatah itu benar adanya, tak kenal maka tak sayang. Karena bahkan ketakutan sekalipun ingin disayangi.


    Bogor, 14 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Hari ini aku bahagia, meski hanya bisa melihat senyum kalian lewat beranda maya. Cerita perjuangan yang kita mulai tahun 2013 sudah tertulis rapih. Satu fase telah terlewati

    Ada haru. Semakin terbayang olehku kita tak lagi bisa seperti dulu. Esok lusa kita akan sulit bertatap muka. Kalian kembali ke asal kalian atau merantau lagi, tak ada lagi kita yg bertemu setiap pagi, setiap hari.

    Masih jelas terbayang di benakku, ruang kelas yang ramai, tugas kelompok yang penuh drama, menghabiskan malam-malam di laboratorium. Masa itu akhirnya menjadi kenangan manis.

    Selamat, bukan, maksudku semangat, menghadapi hidup yang semakin nyata. Semangat atas amanahmu, atas bertambahnya gelar di belakang namamu. Itu bukan pemanis, tapi ada tanggungjawab di gelar itu

    Sampai jumpa di lain waktu, Teman Sejawat❤️


    Bogor, 13 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Ada yang tengah mempersiapkan seminar hasil. Dan seketika ingatanku meleset pada hari itu. Aku menangis padahal blazer sudah aku kenakan. Tak kurang 1 jam lagi aku akan mempertanggungjawabkan hasil penelitianku. Dan pesan pesan itu masuk, "maaf tak jadi membantu", "maaf aku masih ada sampel yang harus aku kerjakan".

    Pada titik itu aku benar-benar merasa bahwa aku harus segera pergi dari tempat itu, tak ingin kembali, tak ingin mengenal semua orang di dalamnya.

    Di luar hujan. Cukup deras. Dan aku pun nekat, membawa segalanya seorang diri, iya lagi-lagi seorang diri. Menyiapkan semua keperluan sendiri. Souvenir. Bingkisan dosen. Syarat administrasi. Bahkan penelitian pun aku lewati seorang diri, dari satu lab ke lab yang lain, dari satu hipotesis ke hipotesis yang lain.

    Tapi saat itu aku justru mengkhawatirkan orang lain, pikirku melayang jauh, bagaimana nanti ia menyiapkan semuanya, memastikan tidak ada yg terlupa, bagaimana jika saat itu ia juga harus berpacu dengan waktu, bagaimana ia menyiasati semuanya. Hingga rasanya aku ingin menyiapkan segala yang ia perlukan semampu yang aku bisa.

    Tapi agaknya aku lupa, jika ada orang yang siap membantunya.


    Bogor, 12 Maret 2018
    Azifah Najwa

    Continue Reading

    Kebahagiaan akan datang saat kita mulai berhenti mengeluh, berhenti ingin ini, itu, berhenti komplain ini, komplain itu.

    Lantas menggantinya dengan mulai berterima kasih, menerima apa adanya, sambil terus memperbaiki diri.


    Bogor, 11 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Tidak ada kebersamaan yang lebih menenangkan melebihi saat-saat kau bisa menjadi dirimu yang seutuhnya saat bersama seseorang.

    Ia tak harus selalu baik padamu, setidaknya ia tak berkeberatan perihal bagaimana kau ingin menjadi.

    Karenanya tak jarang kita lebih memilih hidup dengan orang yang mencintai kita meski kita tidak mencintainya~



    Bogor, 10 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Bagaimana jika kita sudahi saja? Seringkali aku ingin berhenti. Bukan karena tak sanggup bertahan, tapi kini ku lihat bahagiaku bukan lagi tentang kamu

    Dengar, aku akan mundur perlahan. Tidak lama lagi, untuk kedua kalinya aku akan menulis surat pengunduran diri.


    Bogor, 9 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading


    Aku sudah tidak mengenalimu lagi. 
    Persis ketika kau memintaku bahagia dengan hidupku, 
    aku mulai membencimu

    Aku benci dengan jalanan kota kita
    karena yang kuingat adalah kita yang berjalan menepis hujan 
    saat semua orang menepi

    Aku membencimu, sungguh


    Bogor, 8 Maret 2018
    Azifah Najwa 
    Continue Reading


    Semua orang punya pembelaan atas kesalahan yang dilakukan. 
    Dari yang masuk akal hingga yang tidak bisa dicerna akal. 
    Dan dalam hal bertahan tersakiti berkali-kali, aku cuma punya satu alasan. 
    Karena aku mencintaimu



    Bogor, 7 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Ketika ijazah S1 sudah di tangan dan timbul iri pada mereka yang dalam hitungan dekat Allah beri kesempatan melanjutkan mimpinya, entah bekerja, menikah, atau melanjutkan studinya, sedangkan kau kini masih menanti amanah ersebut. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ketika belahan jiwa nyatanya bukan seperti imajinasimu dulu, mainkan saja peranmu, bukankah Allah yang lebih tahu mana yang terbaik untukmu? tetap berjalan bersama ridha-Nya dan ridhanya. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ketika katamu lelah ini seakan tiada habisnya, menjadi punggung padahal rusuk. Mainkan saja peranmu, bukankah semata-mata mencari ridha Allah? Lelah yang Lillah, berujung maghfirah. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ketika ijazah S1 sudah di tangan, teman-temanmu yang lain sudah berpenghasilan, sedangkan kamu, dari pagi hingga malam sibuk membentuk karakter bagi makhluk yang akan menjadi jalan surga bagi masa depan. Mainkan saja peranmu, dan tak ada yang tak berguna dari pendidikan yang kau raih, dan bahwa rezeki Allah bukan hanya tentang penghasilan kan? Memiliki anak-anak penuh cinta pun adalah rezeki-Nya. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ketika pasangan lain mengasuh bersama dalam cinta untuk buah hati, sedang kau terpisah jarak karena suatu sebab. Mainkan saja peranmu, suatu hari percayalah bahwa Allah akan membersamai kalian kembali.
    Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ketika nyatanya kondisi memaksamu untuk bekerja, meninggalkan buah hati yang tiap pagi
    melepas pergimu dengan tangis. Mainkan saja
    peranmu, sambil memikirkan cara agar waktu bersamanya tetap berkualitas. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?


    Ketika timbul iri pada mereka yang dalam hitungan dekat setelah pernikahannya, langsung Allah beri anugerah kehamilan, sedangkan kau kini masih menanti titipan tersebut. Mainkan saja peranmu dengan sebaik-sebaiknya sambil tetap merayu Allah dalam sepertiga malam, menengadah mesra bersamanya. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ketika hari-hari masih sama dalam angka menanti, menanti suatu bahagia yang katamu bukan hanya untuk satu hari dan satu hati. Mainkan saja peranmu sambil perbaiki diri semata-mata murni karena ketaatan pada-Nya hingga laksana Adam yang menanti Hawa di sisi. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ketika ribuan pasangan pengantin mengharapkan amanah Ilahi, membesarkan anak kebanggaan hati, dan kau kini, membesarkan, mengasuh dan mendidik anak yang meski bukan dari rahimmu. Mainkan saja peranmu, sebagai ibu untuk anak dari rahim saudarimu. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ya, taat. Bagai Nabiyullah Ayub yang nestapa
    adalah bagian dari hidupnya, dan kau dapati ia tetap mempesona, menjadikannya kisah sabar yang tanpa batas berujung surga. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ya, taat. Bagai Nabiyullah Ibrahim, melaksanakan peran dari Allah untuk membawa istri dan anaknya ke padang yang kering. Kemudian, rencana Allah luar biasa, menjadikannya kisah penuh hikmah, catatan takdir manusia.
    Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ya, taat. Bagai Nabiyullah Ayub yang nestapa
    adalah bagian dari hidupnya, dan kau dapati ia tetap mempesona, menjadikannya kisah sabar yang tanpa batas berujung surga. Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Ya, taat. Bagai nabiyullah lainnya. Berkacalah pada mereka, dan jejaki kisah ketaatannya, maka taat adalah cinta. 
    Mainkan saja peranmu, tugasmu hanya taat kan?

    Taat yang dalam suka maupun tidak suka.Taat yang bukan tanpa keluh, namun mengupayakan agar keluh menguap bersama doa-doa yang mengangkasa menjadikan kekuatan untuk tetap taat.

    Mainkan saja peranmu, dalam taat kepada-Nya, dan karena-Nya.




    Bogor, 6 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Aku menangkapnya, sinyal kekhawatiran dari kata-kata yang ia ketikan. Sebuah percakapan maya di saat malam kian beranjak pergi, seperti biasa.

    Sampai saat ini mungkin aku masilah seperti bocah, yang sering terburu-buru saat hendak pergi sekolah.

    Sampai kapan pun, aku tetaplah anaknya


    Bogor, 5 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Aku menghampiri gadis 22 tahun itu. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Dia bahkan tidak menyadari bahwa aku telah duduk di depannya sejak beberapa detik lalu.

    "Eh, Bil, sudah di sini? Sejak kapan?," sapanya.

    "He'em."

    "Sudah pesan?"

    "Tuh," jawabku sambil menunjuk pelayan yang mengantarkan pesananku, jus stroberi dengan gula dua sendok teh.

    "Jadi kamu sudah lama di sini, Bil?"

    "Iya, Barbiee," jawabku sedikit kesal dan dia hanya tertawa. "Ada apa? Bukannya kau akan berangkat ke Korea pekan depan? Apa yang membuatmu tiba-tiba ke kota ini?"

    Ia mengangguk. "Iya aku akan pergi. Ada sedikit hadiah perpisahan untukmu." Aku menatapnya tak mengerti. 

    "Cerita?"

    "Apalagi," jawabnya.

    "Lalu aku harus mengirim cerpennya?"

    Ia hanya tersenyum. "Dari sekian banyak hal yang aku lakukan, aku hanya ingin dia merasa selalu membutuhkanku. Hanya itu. Meski mungkin tidak ada lagi cinta. Meski mungkin hati itu pernah terisi oleh prempuan lain. Meski mungkin pernah ada orang lain yang menyandarkan kepalanya di pundakmu. 

    "Aku hanya ingin ia merindukanku saat aku jauh. Walau hanya sekali selama aku pergi. Walau hanya sekejap. Aku hanya ingin merasakan lagi, bagaimana rasanya ia cintai. Aku hanya ingin merasakan lagi bagaimana rasanya dirindukan, bagaimana rasanya diperhatikan dan dipedulikan." Ia mengehentikan ceritanya.

    "Aku hanya ingin merasakan lagi bagaimana perasaannya empat tahun lalu hingga membuatku luluh, bagaimana perasaannya empat tahun lalu saat ia mengatakan hendak meminangku."

    Aku menyodorkan jus stroberiku yang tinggal setengah. Aku rasa kopi yang ia pesan terlalu pahit jika dinikmati saat-saat seperti ini.

    Ia menggeleng. "Aku terlambat. Aku tak sempat menanyakan semua itu padanya. Apakah perasaan itu masih dan akan selalu sama."

    Aku hanya menatapnya. Sambil terus bertanya apa yang membuat ia jauh-jauh pergi ke kota ini, menembus jarak ratusan kilometer, hanya untuk waktu tak kurang dari dua jam memintaku mendengar ceritanya. Ada yang  tidak baik-baik saja, dan pasti itu hatinya.



    Bogor, 4 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Hari yang baik adalah saat-saat kita bisa bersyukur, lapang pada ujian, berperasangka baik, merasa ikhlas, senantiasa merasa cukup, dan tidak pernah mengharap apa pun pada manusia


    Bogor, 3 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Kadang kita perlu meletakkan sebentar masalah yang kita genggam erat-erat

    Sejenak mengalihkan perhatian

    Kadang kita lupa, bahwa ada orang yang tak rela kita menanggung beban sendirian



    Bogor, 2 Maret 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Sudah lama menulis ini. Tapi baru berkeinginan di post. Karena semakin banyak yang bertanya. Semoga bisa diambil manfaatnya.

    Dua bulan bekerja pertanyaan "Mengapa akhirnya memutuskan bekerja" masih saja menghampiri. Tidak sedikit yang mempertanyakan. Saat berkas sudah di siap. Bahkan beasiswa pun ada. Tapi akhirnya saya memutuskan bekerja lebih dulu. Ada banyak alasan. Banyak sekali pertimbanga. Banyak hal juga yang harus aku korbankan. Dan aku akan memulai cerita itu. Silakan di simak jika dirasa bisa diambil manfaatnya. Jika tidak berhenti pada bagian ini pun tidak masalah :)

    Rasa-rasanya hampir semua orang yang kenal dengan saya tahu, jika saya suka sekali belajar, suka sekali berjibaku dengan segala hal yang erat kaitannya dengan penelitian, singkatnya semua orang menyimpulkan bahwa saya harus melanjutkan studiku. Sehingga pertanyaan "Mengapa akhirnya memutuskan bekerja", selalu saja menghampiri. Orang-orang tidak puas dengan keputusan yang saya buat. Dan saya sungguh berterima kasih atas itu.

    Ada banyak hal, alasan pertama adalah "bahwa untuk menjadi seorang pendidik, saya tidak hanya boleh memiliki banyak ilmu, tapi juga banyak pengalaman". Saya ingin menjadi dosen dan sepertinya semua orang tahu itu. Bagi saya, menjadi seorang pendidik bukan hanya menyampaikan ilmu, tapi juga nilai, nilai-nilai kehidupan yang tak akan di ajarkan di kelas mana pun, dan itu di dapatkan dari pengalaman. 

    Awalnya saya juga ragu, apakah dengan bekerja akan banyak nilai yang saya dapatkan? Ini masih saya pelajari hingga detik ini. Di lain kesempatan saya akan menceritakan bagaimana pengalaman saya bekerja, keluar dari zona nyaman, dan merubah kepribadian saya. Singkatnya saya tidak menyesali keputusan untuk bekerja lebih dulu, meski harus keluar dari zona nyaman, meski harus jatuh bangun beradaptasi dengan keadaan. 

    Di sini sembari bekerja sama masih aktif di kegiatan remaja masjid, mengajar anak-anak tentang pertanian, juga menambah kapasitas keilmuan saya. Dengan waktu yang sempit di tengah-tengah jadwal kerja yang padat, tapi saya menikmatinya. Saya mengazamkan, bahwa apa yang saya punya akan saya bagikan, jadilah saya harus memiliki banyak pengalaman. 

    Kedua, saya ingin memanfaatkan keilmuan yang telah saya dapatkan selama di kampus. Sembari mencari ide penelitian untuk thesis dan disertasi. Dan ternyata, saya menemukan banyak keahlian baru. Bekerja sebagai QC membuat saya terlatih menyelesaikan banyak sampel dalam waktu yang singkat dengan tuntutan yang tidak main-main. Saya tidak pernah membayangkan jika fatalnya pekerjaan saya membuat truk-truk yang berjajar di gerbang perusahaan harus kembali jika saya menyatakan sampel bahan baku yang di bawa tidak memenuhi standar. Atau analisis saya yang akan mempenharuhi apakah produk di pasarkan atau tidak. Untung saja saya punya Allah yang maha kuat.

    Ketiga, jika ditanya, apa yang orang tua inginkan dari anaknya setelah disekolahkan hampir 16 tahun, pastilah itu bekerja. Orang tua saya tidak pernah melarang saya melanjutkan studi. Sama sekali tidak. Tapi, sebagai orang tua pada umumnya, jauh di bawah hati kecil mereka, mereka ingin melihat anaknya bekerja. Pada bagian ini, saya yakin setiap anak punya kisahnya masing-masing.


    Ketiga alasan itu yang mendasari saya, alasan ke empat, lima, dst, adalah alasan pribadi yang saya rasa setiap orang juga memiirkannya. Iya, hidup terus berjalan, lulus, kemudian menikah. Di mana setiap keputusan tak lagi saya gantungkan pada jawaban akhir orang tua, di mana setiap permasalahan harus saya temukan sendiri penyelesaiannya. Dan saya menganggap sekarang saya tengah 'sekolah', mempersiapkan kehidupan di mana setiap keputusan saya yang harus siap mempertanggujawabkan konsekuensinya.


    Jauh dari semua alasan itu, berkonsultasilah dulu pada Rabbmu, yang memilikimu lebih dari siapa pun.


    Bogor, 1 Maret 2018
    Azifah Najwa

    Continue Reading

    Aku memandanginya yang sedari tadi asyik bermain handphone. Sesekali melihatnya tersenyum seorang diri.

    "Sedang apa?", tanyaku

    "Ini," jawabnya sembari menunjukkan apa yang membuatnya sibuk sedari tadi.

    "Ayahmu?," tanyaku sambil menunjuk foto di handphonenya.

    Ia menggeleng. "Bukan. Bukan ayahku."

    "Ini profil instagram temanku."

    "Hmmm," jawabku.

    "Aku iri." Aku menatapnya. Seolah bertanya, kenapa?

    "Aku takut, saat aku punya keluarga nanti, keluarga seperti apa yang akan aku bangun. Bagaimana aku seharusnya menjadi ibu. Bagaimana aku membangun sosok ayah yang dapat di percaya anak-anakku.

    "Apakah yang aku lakukan seperti yang anakku inginkan? Apakah aku bisa hanya menampakkan yang baik-baik saja kepada mereka? Bagaimana aku mempercayakan hidupku dan juga anak-anakku pada laki-laki yang aku pilih? Apa aku benar memilih laki-laki itu?"

    Dia menatapku, "Tidak, Bil, aku sedang tidak minta pendapatmu. Karena untuk hal ini aku yakin kamu belum pernah mengalaminya."

    Aku tersenyum. Dia benar tidak minta pendapatku. Tapi ia salah jika aku belum pernah mengalaminya. Aku juga menanyakan begitu banyak pertanyaan sepertimu, Mel.

    Apa lebih baik aku hidup sendiri saja? Tanpa perlu memikirkan orang lain. Tanpa merasa takut disakiti atau menyakiti. Tanpa merasa takut tidak dipercaya atau dikhianati.

    "Bil, bagaimana melanjutkan hidup dengan kepercayaan yang tak lagi utuh?"
    "Jalani," jawabku.


    Bogor, 28 Februari 2018
    Azifah Najwa

    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me


    Azifah Najwa. Penulis. Peneliti. N’s. Food scientist. an ISTP.

    Blog Archive

    • ►  2021 (10)
      • ►  November (1)
      • ►  Maret (2)
      • ►  Februari (5)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2020 (3)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Februari (1)
      • ►  Januari (1)
    • ►  2019 (11)
      • ►  November (2)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  Mei (1)
      • ►  April (2)
      • ►  Januari (5)
    • ▼  2018 (109)
      • ▼  Oktober (1)
        • Bukan Lagi
      • ►  September (1)
        • Takut
      • ►  Agustus (2)
        • Ada Aku
        • Kita
      • ►  Juni (1)
        • Tidak Ada Aku
      • ►  April (13)
        • Tidak Lagi
        • Terima Kasih
        • Membiarkanmu
        • Bukan Prioritas
        • Estafet
        • Tiga Bulan
        • Tersenyumlah
        • Terima kasih, AMDK!
        • Kebenaran
        • Penyesalan
        • Senja
        • Setelah Badai
        • Rumah
      • ►  Maret (31)
        • Purwokerto
        • Dulu
        • Tak Kembali
        • Buavita
        • 22.16 p.m
        • Bagaimana?
        • 10.07 p.m
        • IPB
        • Patah
        • Tampak
        • Keyakinan
        • Selamat, Sayang
        • Topeng
        • Aku Bahagia
        • Pertemuan yang Diulang
        • Not Good
        • Berlindung
        • Ketakutan
        • Teman Sejawat
        • 03.37 p.m
        • Bahagia!
        • Kebersamaan yang Menenangkan
        • Undur Diri
        • Aku Membencimu
        • Pembelaan
        • Mainkan Saja Peranmu
        • 06.57 p.m
        • 08.20 p.m
        • Hari yang Baik
        • Tak Rela
        • S2 dan -Tidak- S2-
      • ►  Februari (28)
        • Seperti Apa
      • ►  Januari (32)
    • ►  2017 (115)
      • ►  Desember (13)
      • ►  November (11)
      • ►  Oktober (14)
      • ►  September (21)
      • ►  Agustus (14)
      • ►  Juli (2)
      • ►  Juni (5)
      • ►  Mei (6)
      • ►  April (4)
      • ►  Maret (9)
      • ►  Februari (9)
      • ►  Januari (7)
    • ►  2016 (161)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (6)
      • ►  Oktober (12)
      • ►  September (25)
      • ►  Agustus (20)
      • ►  Juli (19)
      • ►  Juni (16)
      • ►  Mei (18)
      • ►  April (10)
      • ►  Maret (10)
      • ►  Februari (13)
      • ►  Januari (6)
    • ►  2015 (309)
      • ►  Desember (10)
      • ►  November (20)
      • ►  Oktober (27)
      • ►  September (24)
      • ►  Agustus (25)
      • ►  Juli (70)
      • ►  Juni (47)
      • ►  Mei (20)
      • ►  April (29)
      • ►  Maret (18)
      • ►  Februari (10)
      • ►  Januari (9)
    • ►  2014 (41)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (9)
      • ►  Oktober (10)
      • ►  September (15)
      • ►  Februari (1)
    • ►  2013 (2)
      • ►  Agustus (2)
    • ►  2012 (16)
      • ►  November (1)
      • ►  Oktober (3)
      • ►  Juli (1)
      • ►  Juni (3)
      • ►  April (3)
      • ►  Februari (3)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2011 (11)
      • ►  Desember (5)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (5)

    Total Tayangan Halaman

    Most View

    • SMANSA dan Sebuah Warisan
      SMANSA adalah satu dari 2 sekolah di mana saat aku diterima di dalamnya aku menangis. Iya, aku menangis, tentu bukan karena diterima di...
    • Jurnal 365
      Seperti gambar, tulisan adalah kapsul waktu, yang dapat membawa kita kembali mengenang. Mulai dari yang sangat ingin dikenang, hingga yan...
    • Drama
      Aku mengembangkan senyum terbaikku. Mencoba menikmati setiap waktu yang berjalan kala itu. Mencoba berdamai dengan kenyataan yang tidak s...
    • Berunding dengan Waktu
      Ketika waktu mempermainkan rindu, bersabarlah jangan menyerah. Bukankah hubungan jarak jauh memang seperti itu? Tidak ada lagi malam-ma...
    • Berjalan
        Kapan pun perjalanan membuatmu ragu, berhentilah sejenak, menepilah saja. Karena tak ada yang salah dengan memulai lagi segalanya. Mungkin...

    categories

    Catatan Cerita Dandelion Edelweis Food Scientist Idealisme KAMMI Keluarga Raudhatul Jannah Rentang Tunggu Rohis

    Followers

    facebook Google + instagram Twitter

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top