Just Note

Sejak aku jatuh cinta pada caramu membaca, sejak itu pula aku berjanji untuk tidak berhenti menulis

    • Home

    Aku memandanginya yang sedari tadi asyik bermain handphone. Sesekali melihatnya tersenyum seorang diri.

    "Sedang apa?", tanyaku

    "Ini," jawabnya sembari menunjukkan apa yang membuatnya sibuk sedari tadi.

    "Ayahmu?," tanyaku sambil menunjuk foto di handphonenya.

    Ia menggeleng. "Bukan. Bukan ayahku."

    "Ini profil instagram temanku."

    "Hmmm," jawabku.

    "Aku iri." Aku menatapnya. Seolah bertanya, kenapa?

    "Aku takut, saat aku punya keluarga nanti, keluarga seperti apa yang akan aku bangun. Bagaimana aku seharusnya menjadi ibu. Bagaimana aku membangun sosok ayah yang dapat di percaya anak-anakku.

    "Apakah yang aku lakukan seperti yang anakku inginkan? Apakah aku bisa hanya menampakkan yang baik-baik saja kepada mereka? Bagaimana aku mempercayakan hidupku dan juga anak-anakku pada laki-laki yang aku pilih? Apa aku benar memilih laki-laki itu?"

    Dia menatapku, "Tidak, Bil, aku sedang tidak minta pendapatmu. Karena untuk hal ini aku yakin kamu belum pernah mengalaminya."

    Aku tersenyum. Dia benar tidak minta pendapatku. Tapi ia salah jika aku belum pernah mengalaminya. Aku juga menanyakan begitu banyak pertanyaan sepertimu, Mel.

    Apa lebih baik aku hidup sendiri saja? Tanpa perlu memikirkan orang lain. Tanpa merasa takut disakiti atau menyakiti. Tanpa merasa takut tidak dipercaya atau dikhianati.

    "Bil, bagaimana melanjutkan hidup dengan kepercayaan yang tak lagi utuh?"
    "Jalani," jawabku.


    Bogor, 28 Februari 2018
    Azifah Najwa

    Continue Reading

    Rindu itu dungu
    Meski sudah dijelaskan berjuta kali
    Ia tetap tak mengerti apa itu jarak


    Bogor, 19 Januari 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Bogor ternyata dingin, Bu, dan aku tidak memakai selimut saat tidur, aku memang tidak suka memakainya dan juga tidak membawanya. Nyamuk di sini juga lumayan banyak. Tapi seperti kata ibu, tidurku seperti batu, aku tidak terganggu, hanya saat bangun ternyata kakiku bentol-bentol.

    Semalam saat terbangun, aku membayangkan ada selimut yang telah menutup tubuhku. Ternyata aku lupa, Bu, tidak akan ada lagi ibu yang masuk ke kamarku tengah malam untuk menyelimutiku. Memastikan dingin dan nyamuk tidak mengusikku. Memastikan tidurku nyenyak. Atau terkadang tidur disebalahku, memelukku, sambil menciumku berkali-kali.

    Hari ku di sini masih panjang, Bu, do'akan aku ya Bu. 



    Bogor, 8 Januari 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Penyesalan memang tak pernah datang di awal.

    Kemarin sebelum berangkat Allah takdirkan untuk aku bertemu ibu lebih dulu. Tidak lama, hanya 10 menit. 10 menit yang tadinya ingin aku gunakan untuk meminta maaf, atas lakuku selama ini, atas sikapku yang sering tak hormat, atas kataku yang sering melukai perasaanya, atas apa apa yang ibu perintahkan dan sering aku abaikan, tapi yang aku lakukan hanyalah menangis. Dipelukan ibu. Sembari mengingat kapan kali terakhir aku menangis di pelukan ibu. 

    Aku tidak suka menangis di depan ibu, tapi rasanya hari kemarin beda. Aku seolah akan pergi lama dan jauh, aku tidak tahu kapan aku pulang, aku tidak tahu kapan lagi aku bisa berbakti padanya, aku hanya membayangkan aku tak lagi bisa menatap wajahnya, mencium baunya, melihatnya pulang kerja, mengantarkan dan menjemputnya, membersihkan wajahnya, menyetrikakan bajunya sambil mendo'akannya, tidur di kamarnya, aku suka sekali tidur di kamar ibu.

    Hari ini aku pertama kos di tempat baru, Bu, empat tahun lalu, ibu mengantarkanku, menatakan kamar dan bajuku, membawakanku ini-itu, memastikan aku hidup baik untuk 4 tahun ke depan. Tapi hari ini aku sendiri, Bu, benar-benar sendiri, tak ada yang menatakan kamarku, tak ada yang menatakan bajuku, aku bahkan harus melakukan perjalanan seorang diri, Bu...

    Ya Allah, ampuni aku, beri aku kesempatan untuk dapat berbakti lagi padanya, membahagiakannya, membuatnya bangga, ya Allah, ampuni hambaa....


    Bogor, 7 Januari 2018
    Azifah Najwa

    Continue Reading

    Aku pasti akan merindukan rumah dan segala isinya, merindukan masakan ibu, merindukan melihat ibu berangkat dan menunggunya pulang kerja, merindukan membantu ibu memasak sambil bercerita banyak hal, merindukan mengantar dan menjemput ibu pulang kerja, merindukan menyiapkan air untuk mandinya, merindukan mencuci dan menyetrikakan bajunya, merindukan membereskan kamarnya, merindukan aroma tubuhnya, merindukannya mencium keningku tiga kali setiap pagi, merindukan memotong kukunya, membersihkan wajahnya, merindukan membantunya memilihkan baju, merindukan ibu yang duduk di sebelahku untuk mendengarkan aku tilawah dan menegurku saat aku terlalu cepat membacanya. Aku akan merindukan itu semua, yang entah kapan aku dapat melakukannya lagi.


    Rasanya aku ingin menangis sejadinya, saat ibu mengirim pesan "Ibu sedih liat kamarmu..."

    Jangan pernah memintaku memilih, kau atau rumahku
     

    Purwokerto, 4 Januari 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Kami pernah sedekat tanggal 31 ke tanggal 1, pernah juga sejauh tanggal 1 ke tanggal 31

    Tapi bagiku kau masih sama


    "Bel, pingin jadi dokter apa?"
    "SPB"
    "Hah? Apaan tuh?"
    "Sarjana Pendidikan Bedah?"
    "Hahahahaa"
    Bela cuma cengo
    "Sp. B, maksudnya?"
    "Iya itu, yang kayak di RSnya Bapak, di plang dokternya ada dokter Sp. B"
    "Maksudnya Spesialis Bedah ituu"
    Bela cuma nyengir terus nulis namanya di kertas antrian bank, dr. Salsabila Najwa Iskandar, Sp. B. Aamiin!


    Dan itu ekspresi mukaku yang bikin Bela takut😂



    Kebumen, 2 Januari 2018
    Azifah Najwa
    Continue Reading


    Ada yang selalu mereka cari dari matamu,
    pesan kerinduan yang diam-diam tabah mereka simpan
    setiap kali kepergianmu menuntaskan kewajiban🌷


    Purwokerto, 12 September 2017
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Selain mengasingkan diri, tujuanku pulang kali ini juga untuk menikmati waktu-waktu terbaik saat aku masih bisa di rumah. Aku dibesarkan di rumah ini. Setiap bagian rumah ini merekam bagaimana aku tumbuh. Bagaimana aku belajar berjalan. Bagaimana aku menghabiskan waktu bermain di halaman rumah. Bagaimana aku menghabiskan waktu tidur siangku di semua sudut rumah ini. 

    Dulu, di tempat yang sekarang jadi ruang makan, ibu meletakkan almari di situ, dan aku buat rumah-rumahan di belakangnya. Dulu, setiap aku pulang sekolah, teras rumah aku jadikan sebagai tempat sekolah-sekolahan, mengajari teman-temanku atau adik kelas, aku bagi mereka menjadi beberapa kelas, dan aku semua yang menjadi gurunya. Dulu, garasi yang sekarang penuh oleh mobil lantainya masih tanah dan aku jadikan kandang kelinci, lalu ibu marah-marah karena bau kotorannya ke mana-mana. Dulu, ruangan yang sekarang jadi dapur kedua adalah gudang yang banyak sekali anak tikusnya, aku dulu sering mengambil paksa mereka dari induknya, lalu aku bungkus dengan kertas kado dan aku bawa ke sekolah. Dulu, kamar yang sekarang aku tempati adalah tempat transit baju-baju sebelum di setrika, aku dan Ulfi sering berlomba-lomba untuk melipat baju sebanyak mungkin setiap hari minggu, tidak ada yang memberi hadiah, tapi kami semangat melakukannya. Dulu, halaman samping rumah yang kini dijadikan bapak untuk menjemur padi dulunya adalah tempatku bermain masak-masakan atau rumah-rumahan dari tanah, Dulu, sebelah kanan rumah, sebelum dibangun TK adalah tanah kosong yang penuh dengan semak belukar, konon banyak kuburan belanda di sana, dan alasanku bermain di sana adalah untuk membuktikannya. Dulu, setiap jam segini halaman depan rumah selalu ramai oleh teman-temanku, kadang kami bermain tali, kadang kasti, kadang sepak bola. Dulu, belasan tahun lalu.


    Seharian ini aku mengamati setiap sudut rumah ini. Memutar ulang kejadian-kejadian belasan tahun silam. Rumah ini sangat sepi sekarang. Tak ada lagi anak-anak yang bermain. Tak ada lagi bola-bola berserakan. Tak ada lagi teriakan-teriakan. Jam-jam segini biasanya hanya Bela yang di rumah, seorang diri. Jika tidak tidur, Bela memilih pergi untuk membunuh sepinya. Sebentar lagi, satu per satu penghuninya akan pergi. Menyisakan ibu dan bapak. 


    Rumah yang jadi tempat pelarian. Rumah yang jadi tempatku tumbuh besar. Rumah yang juga tak lama lagi akan aku tinggalkan.


    Rumah, 18 Oktober 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    "Hakikatnya ujian hidup ini adalah ujian kesabaran dan kesyukuran"

    Ada banyak cara agar kita selalu bersyukur. Mereka yang suka sekali dengan alam merepresentasikan rasa syukur mereka dengan mengunjungi berbagai tempat. Mereka mungkin begitu terpukau ketika melihat awan yang seolah dapat di pegang, yang seolah hanya berjarak satu jengkal.

    Mereka yang suka sekali dengan sejarah, bisa jadi mereka akan terkaget-kaget begitu membaca tafsir Al Qur'an atau sirah nabawiyah, begitu banyak kejadian yang kadang sulit di terima nalar. Atau orang-orang sepertiku yang begitu tergila-gila dengan ilmu pengetahuan. Aku tak henti-hentinya mengucapkan masya Allah begitu tahu bahwa oksigen yang hanya karena pernafasan yang berlebihan mengakibatkan berubah menjadi oksigen singlet atau oksigen superoksida atau hidroksil, menjadi radikal bebas, yang dapat merusak sel beta pankreas, yang dapat menyebabkan mutasi gen DNA, menyebabkan kanker.

    Tapi seringnya kita lalai, lalai memaknai hidup kita, kita perlu ingat, hidup yang kita jalani sekarang bisa jadi adalah hidup yang diinginkan oleh orang lain. Orang tua, sahabat, kakak, adik, atau pasangan hidup yang kita miliki sekarang dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka, bisa jadi adalah orang-orang yang diinginkan oleh orang lain. Hingga, kita perlu mengingat mereka dengan baik. Memastikan mereka bahagia saat ada di samping kita. Karena kita tidak pernah tahu pertemuan mana, percakapan mana, tegur sapa mana yang akan menjadi pertemuan, percakapan, sekaligus tegur sapa kita yang terakhir. 

    Insya Allah lusa sudah mulai menetap di desa, mulai KKN. 35 hari bukan waktu yang sebentar, apalagi dengan akses komunikasi yang sangat terbatas. Jadi mohon maaf, mungkin untuk 35 hari ke depan blog ini akan sepi dari ceracauanku tentang rinduku dengan seseorang nun jauh di sana, sepi dari ceritaku tentang betapa payahnya aku menahan rindu, sepi dari bualanku tentang bagaimana ceritaku belajar dewasa dari sifat kekanakannya. Selamat menyambut 30 Agustus, insya Allah. 



    Purwokerto, 25 Juli 2016
    Azifah Najwa

    Aku suka mendengar suaramu :)
    Continue Reading

    Bagi orang-orang yang sedang hidup dalam impian-impiannya, dipercayai itu lebih penting daripada disemangati

    Ia sudah berjuang cukup berat melawan kepercayaan dirinya

    Ia sudah cukup berat melawan keraguan yang acap kali datang tanpa tahu apa sebabnya

    Memberi kepercayaan itu lebih berat dari sekadar memberi semangat, 

    terlebih jika di sana kau menaruh sebagian hidupmu

    Rentang Tunggu, 24 Juli 2016
    Azifah Najwa

    buka link ini :)
    https://www.youtube.com/watch?v=BYHhHh7wL7M
    Continue Reading

    Namanya Fia. Gayatri Luthfia Solihatinnisa. Kurang lebih seperti itu namanya. Hafidzah. 30 Juz. Suka ketawa kalau cerita dulu gimana perasaannya waktu tau bakal satu kosan sama hafidzah. Nama kerennya di Raudhatul Jannah, bochil. Merasa memiliki sifat yang sama denganku. Perfeksionis. Teratur. Harus rapih. Bocah yang selalu cerita banyak hal. Meminta pertimbanganku dalam banyak hal. Udah lebih dari adik sendiri. Bocah yang paling suka gangguin aku. Selalu pingin ikut ke mana pun aku pergi. Pingin ikut apa pun yang aku lakuin. Paling suka nemenin begadang, iya nemenin, dianya tidur akunya tetep lanjut begadang -_-

    Beberapa kali kepergok Fia lagi nangis. Kayak tadi misal.
    "Kak Nabila semalem kenapa?"

    "Semalem?"

    "Iya"

    "Ooooohh, wkwkwk"

    Ya begitulah kalau udah ke-gap lagi nangis. Mau mengelak bagaimana pun juga mata sembabku tidak bisa berbohong meski sudah kututupi dengan kacamata. Maaf, lagi alay banget ini mata beberapa hari ini. Si Lactobacillus bikin drama. Gapapa, udah lama serius aku ga nangis. :'))

    "Aku kira kakak ga bisa nangis loh"

    Ah, dek, siapa yang tidak menangis ditinggal pergi orang yang kau cintai dan sebelumnya kau membuatnya kesal tidak karuan. Membuatnya menunggu -meski juga sudah biasa aku lakukan-. Mengabaikan telponnya. Mengabaikan ceritanya tentang baju renang barunya. Dan membuatnya merasa bahwa ia adalah beban. Sebanyak itu sebenarnya yang ingin aku ceritakan pada Fia. Tapi yang aku ucapkan malah,

    "Ada kalanya power ranger nangis karena ngupas bawang, Dek"

    Aku yakin dia tidak bisa mencerna maksudku. Ah, biarkan saja. Kakak sayang Fiaaaa :*


    eR-Jeh, 20 Juli 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    "Kalau aku beneran jadi penelitian ini, kemungkinan besar aku baru bisa lulus september. Dosenku juga nawarin penelitian, baiknya gimana? Ambil dulu atau nunggu pengumuman indofood dulu?"

    "Yang lulus september yang mana?"

    "Indofood.
    Ribetnyaaa masya Allah -_-
    Atau ga usah apply aja? :D"

    "Kalau dosenmu?"


    "Ga terlalu ribet kayaknya, soalnya penelitian lanjutan gitu."

    "Hmmm
    Menurutku indofood
    Idealis aja. Masa mau ngejar LPDP beasiswa penelitian aja ga dapet.
    Usahakan yang terbaik dulu. Kalau bisa lolos kan bisa jadi bekal buat LPDP."



    tulisan seorang Student Mom


    Sejak tiba di Purwokerto yang aku lakukan hanya di kamar, mencari litarure ini dan itu, sesekali ke perpustakaan, sesekali ke lab-lab untuk memastikan alat dan bahan yang akan aku gunakan untuk penelitian ini tersedia. Dan barang tentu berkali-kali ke dosen dan bertukar pikiran dengan orang-orang yang lebih berpengalaman. Sempat ingin mundur karena harus ganti produk. Karena harus berhadapan dengan metode penelitian yang membayangkannya saja aku sulit. Di mana aku menemukan High Energy Milling? Kampus mana yang menyediakan Scanning Electrone Microscope? Berapa harga analisis per samplenya? Di mana aku bisa mendapatkan aloksan dengan harga per ml bukan 300.000? 



    Allah mengangakat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kamu, sedangkan orang yang berilmu (Allah angkat) beberapa derajat (QS. Al Mujaadilah: 11)


    Jiddiyah lah jawabannya. Kesungguhan dalam merajut ikhtiar dan beramal. Aku harus kembali mengingat impian-impianku. Menuntut ilmu. Melanjutkan studi S2 bahkan S3 tentu jika diizinkan. Tapi aku patut bersyukur. Orang-orang disekitarku adalah mereka yang mendukung apa pun pilihan dan impian-impianku. Menyediakan pundak untuk berbagi keluh. Memberi semangat saat terjatuh. Di saat tidak sedikit orang tua yang melarang anak prempuannya untuk sekolah tinggi. Di saat tidak sedikit suami yang tidak memberikan izin sang istri melanjutkan studi. Aku patut bersyukur!


    Ayo ah semangat, Bil!! ^^
    Keep spirit to be student mom, student wife, and student woman :)




    Purwokerto, 16 Juli 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Nama lengkapnya Salsabila Najwa Iskandar. Namanya bagus dan aku sangat suka. Panggil saja Bela, kalau Mbah manggilnya Bila, kalau aku lebih suka memanggilnya Salsa. Anak ke-5 ibu dan bapak. Adek terkecil kami, aku dan Ulfi. Iya anak ke-5 karena sebenarnya kami lima bersaudara. Karena sebenarnya aku punya kakak kembar. Lain waktu aku ceritakan.

    Aku sedang rindu dengan bocil yang satu ini. Ah iya, dia bukan lagi bocil. Meski usianya terpaut 11 tahun dari aku dan 8 tahun dari Ulfi, tinggi kami bertiga hampir sama, Ulfi paling tinggi, dan Bela sedang dalam proses menyaingi aku tingginya, baiklah, karena sesungguhnya ini kenyataan yang sangat sulit untuk aku terima, hiks.

    Cita-citanya jadi dokter, satu-satunya anak ibu yang pingin jadi dokter dari kecil. Umurnya baru 10 tahun, tapi udah kelas 6. Udah wisuda khotmil Qur'an. Paling jago baca puisi di antara kami bertiga tapi paling ga bisa gambar. Sama-sama sering disuruh pidato dari kecil, makanya guru-guru SD suka ga bisa bedain mana Nabila mana Salsabila. Anak ibu yang paling potensial buat diajak berantem, seriusan deh, bahkan seorang Ulfi pun mengakuinya. Gatau kenapa, wkwkwk :v

    Kalau lagi ramadhan gini suka kasian liat Bela pas jam-jam 13.an, lebih kasian lagi waktu udah mau mendekati adzan maghrib, semuanya udah disiapin, ya Allah nak, perutmu segede apa~
    Tapi mungkin disitu ya kenikmatan ramadhan bagi anak kecil. Mereka jujur mengungkapkan bagaimana mereka mencintai ramadhan. Tentu tidak hanya sebatas makan. Tapi euphoria amalan-amalan ramadhan yang lain. Menunggu berbuka dengan mengaji. Ke masjid selepas maghrib. Dan mengakhirkan sahur.

    Tentu selalu ada tawa dibalik apa yang mereka lakukan. Yang seriang membuat kita terkekeh bahagia. Tawa lepas. Bukan dibuat-buat..


    Purwokerto, 8 Juni 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Scene: Dengerin adzan mafaza sambil ngulang hafalan yang mau disetor

    Malam terakhir sebelum Ramadhan
    Ah betapa rindunya dengan suasana ramadhan di rumah. Mulai besok bapak akan masuk kamar kami satu per satu membangunkan kami untuk sahur. Mulai besok ibu akan masak menu buka puasa favorit kami; sop, tempe goreng, sambel, krupuk, dan kecap. Mulai besok lantunan ayat suci Al Qur'an akan aku dengar lebih sering, entah dari kamar mereka berdua, entah dari tetangga, atau dari masjid. Mulai besok masjid akan ramai lagi. Mulai besok juga aku akan menghabiskan ramadhanku tahun ini di Purwokerto, baru pulang menjelang lebaran, banyak hal yang harus aku selesaikan, pameran produk pangan, ujian, KKN, persiapan final LKTI di Unsri, Rakernas IMMPERTI, KAMMI, beasiswa penelitian Indofood, dan hafalan. 

    Berharap tahun depan aku bisa menghabiskan ramadhan full di rumah, berharap ramadhan entah kapan aku juga bisa menikmati ramadhan di negeri orang, Jepang misal, atau Jerman :D
    Lebih berharap lagi, tahun ini hafalanku nambah, itu saja. 



    Purwokerto, 4 Juni 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Ada yang diam diam membantu mewujudkan segala keinginanmu. Dia bekerja keras dibalik doa untuk membuat hati kita senang.

    Mati matian memintakan perlindungan untuk kita dari segala arah.

    Yang paling lembut sikapnya dan paling hebat doanya.
    Yang sering diam diam terlupakan, diam diam dikesampingkan dan diam diam pula tidak dijadikan tujuan..

    Yang suka sekali memperhatikan kebutuhan kita lalu diam diam bekerja keras sekuat yang dia mampu agar semua itu terwujud.

    Yang tidak pernah minta apa apa.
    Yang perbuatannya tidak pernah bisa terbalas dan tergantikan.

    Yang diam diam menua dan lupa kita perhatikan.

    Dan diantara manusia manapun dimuka bumi ini, mereka lebih Allah muliakan.

    Mari jadi anak shalih shalihah, sebab itu yang paling pertama yang mereka butuhkan, nanti.

    Saya sangat rindu dengan ayah saya, laki-laki yang darinya saya belajar menjadi bermanfaat bagi yang lain.

    Mungkin cintanya tidak seperti ayah-ayah yang lain, tapi saya tidak menemukan laki-laki seperti ini selain beliau
    Yang tidak pernah membuat saya menunggu saat minta dijemput
    Yang hanya ada nama saya dipikirannya saat saya sakit
    Yang tiba-tiba ada di depan pintu kos saat saya sakit
    Yang mengangkat telpon saat malam buta hanya untuk mendengarkan tangisan saya
    Yang selalu masuk ke kamar saya sebelum terlelap
    Yang sepulang kerja ada di depan pintu kos hanya untuk mengantarkan makanan kesukaan saya
    Yang tidak pernah rela ada satu laki-laki pun menggangu putrinya, tanyakan ke teman-teman laki-lakiku, bagaimana takutnya mereka dengan ayahku

    Yang aku tidak tahu, bisakah aku temukan laki-laki sepertimu?

    Ah aku sungguh sangat rindu :'(


    Purwokerto, 14 Desember 2015
    Azifah Najwa

    Selamat ulang tahun Mba...
    Berhentilah menyebutku calon adik ipar, rrrrr :|
    Continue Reading


    Bismillah..
    Selamat siang, Purwokerto

    Mohon maaf, mungkin untuk beberapa hari ini kalian tidak akan menemukanku seperti biasanya. Maaf jika aku lebih suka tiba-tiba diam dan menjawab seperlunya saat kalian bertanya. Percayalah, aku baik-baik saja, setidaknya berusaha baik-baik saja


    Ah iya, benar, nyesek ya saat ngerasa tidak ada seorang pun dipihak kita.


    Ibu, syafakillah syifaan ajilan
    Maaf, Bu, belum bisa pulang :"


    Dan untuk adek yang sedang memperjuangkan kelulusannya, mba ingin mengajakmu kembali ke waktu dua tahun lalu.


    Masih ingat kan kalau hampir setiap hari mba menghabiskan waktu untuk menyelesaikan ratusan bahkan mungkin ribuan soal. Les setiap hari, sangat bersyukur masih bisa merasakan les. Dulu mba tinggal di kost, semuanya harus disiapkan sendiri, sering kalau qiyamul lail nangis, iri, iri dengan yang lain yang masih bisa mempersiapkan ujian di rumah, didukung penuh orang tua, ah iya, ibu pasti juga sering membuatkanmu segelas susu, makan masakan ibu setiap hari. Kau pasti lupa, iya karena dulu kau juga sibuk mempersiapkan kelulusanmu. 

    Jika kamu merasa kesulitan menyelesaikan soal-soal itu, teruslah berusaha, jangan malu untuk bertanya ke temanmu, ke gurumu, termasuk ke mba. Pagi tadi saat ibu telpon, ada yang tiba-tiba menghantam perasaanku, kau tahu apa? Kata ibu kau kesulitan menyelesaikan soal-soal kimia di try out-mu kemarin, sedang kakakmu ini pengajar private kimia. Saat itu juga mba rasanya pingin pulang, mengajarimu semua materi kimia, bagian mana yang kamu belum faham? bagian mana yang kamu masih belum bisa menyelesaikan? Kenapa tidak cerita sedikit pun ke mba? Ah tidak, mungkin kamu enggan, enggan mengganggu kakakmu, karena mba terlalu sibuk dengan urusan mba sendiri, karena mba sibuk dengan dunia mba sendiri, faghfirlii...



    Dek, saat mba menuliskan ini, yang mba ingat adalah masa-masa belasan tahun silam, saat begitu banyak waktu kita habiskan untuk berdua, kau dulu kecil, mba senang sekali menggendongmu, kau dulu selalu ikut ke mana pun mba pergi, bahkan saat ibu memarahimu, yang kau cari lebih dulu, yang kau panggil lebih dulu, aku. Ah, maaf, mungkin kau tak lagi merasakan kehadiranku, hingga saat kau kesulitan dengan soal-soal ujianmu kau sama sekali tidak memanggilku. Aku merindukan itu, merindukan saat kau memanggilku saat kau kesulitasan, saat semua orang tidak ada yang membelamu. 

    Kau tahu aku senang saat melihat foto-foto di medsosmu tentang Teknik Lingkungan, aku juga ingin begitu, aku ingin merasakan semangatmu di sini, meski jauh :''



    with love,
    your older sister :)
    Continue Reading

    Perempuan tidak harus sama dengan pasangan hidupnya. Namun harus bisa mengimbanginya. Perempuan juga tidak harus menjadi ilmuwan yang diakui pun dipercaya oleh seisi dunia. Namun harus menjadi ilmuwan terpercaya yang dipercaya oleh anak-anaknya.

    Maka saat saya mulai malas meningkatkan kapasitas saya, saya selalu ingat, bahwa anak saya berhak dilahirkan dan dididik wanita cerdas, bahwa suami saya berhak didampingi wanita cerdas (:


    Ar Razy, 12 November 2015
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Mari ku kenalkan kalian pada laki-laki paling pertama dalam sejarah hidupku.

    Orang pertama yang mengenalkan aku pada Rabbku, mengajari aku bagaimana tahu tentang-Nya.
    Laki-laki pertama, yang dirinya menanggung sebagian dari kesalahanku terdahulu, laki-laki paling pertama yang selalu memberikan perlindungan.

    Dialah, ayahku.

    Tahukah kalian bagaimana bentuk cintanya? Bisakah kalian bayangkan seberapa banyak, seberapa besar cintanya terhadapku? kalian tak akan pernah mengetahuinya hingga kalian berdiri pada sepatunya.

    Segala jenis cinta yang paling aku mengerti, semua jenis kebahagiaan yang paling aku inginkan. Ayahku, yang paling pertama mencintaiku, menjagaku dengan segala yang ada padanya, menjamin semua citaku tanpa tapi. :)

    Selamat hari Ayah :)
    Entahlah, sejak kuliah saya bukannya merasa semakin mandiri tapi malah semakin manja. Paling manja malah diantara 3 anak ibu. Setiap kali pulang, malam sebelum kembali ke Purwokerto saya selalu minta agar tidur ditemani mereka berdua. Sering rebutan sama Bela buat dipeluk sama Ibu.

    Ah mereka
    Setiap saat saya rindu.
    Saya rindu saat-saat menghabiskan sore dan malam hari bersama mereka. Saya rindu saat mereka mendengarkan aku bercerita tentang apa pun seharian. Sekarang bedanya saya menceritakannya dari balik handphone. Hal tidak penting pun aku ceritakan. Jadilah mereka hafal siapa-siapa saja teman SD, SMP, SMA, bahkan kuliah, yang melihatnya saja mereka belum pernah. Jadilah mereka hafal sifat-sifat temanku, yang pernah dengar suaranya saja belum pernah. Saya rindu mereka. Sangat.

    Ah saya rindu sekali dengan ayah saya
    Seorang laki-laki yang paling saya cintai. Yang hanya ada aku di pikirannya saat tahu aku opname. Yang tiba-tiba di pintu kosku saat tahu aku sakit. Yang tiba-tiba menelpon dan meminta aku pulang saat Gn. Slamet kala itu erupsi, padahal aku sedang kuliah saat itu. Yang tidak pernah membiarkan aku menunggu jemputannya. Yang tidak pernah meninggalkanku sebelum aku naik angkot untuk berangkat sekolah. Yang sering ke kantor pos hanya untuk mengirimkan surat rujukan untuk berobat. Yang selalu menengokku sebelum beliau tidur. Yang mengajariku memancing. Yang mengajariku membuat ketupat. Yang mengajariku untuk bermanfaat bagi yang lain. Ini sifat yang sangat dicontohkan ayahku pada anak-anaknya. Beda lagi dengan Ibu, Ibu selalu mengajari kami untuk selalu berbagi dengan yang lain, dari apa pun yang kita punya. Rabb, terima kasih menakdirkan kami menjadi anak mereka.

    Bahagia ya Bu, Pak, seandainya kita ber 7 bisa bersama. Ah, sudahlah, toh kakak juga sudah di surga


    To our lovely parent :*
    With love,

    Annisa Zaynab Iskandar
    Ummi Kultsum Iskandar
    Nabila Faradina Iskandar
    Ulfi Uswah Iskandar
    Salsabila Najwa Iskandar
    Continue Reading
    Perkenalkan nama saya Nabila Faradina Iskandar. Teman-teman TPQ, TK, SD, dan SMP saya biasa memanggil saya Dina, tapi berdasarkan hasil musyawarah saat kelas X dulu nama panggilan saya berubah menjadi Nabila, dan bervariasi menjadi Nabilo, Kubil, Nabil, Bila, bahkan Iskandar sejak saya kuliah. Tidak mempermasalahkan kalian panggil saya apa. Hanya saja saya paling suka dipanggil Fara. Kenapa? Karena itu panggilan dari ibu saya :D

    Sebenarnya saya ingin cerita, cerita apa? Cerita tentang dua adik saya. Ulfi Uswah Iskandar dan Salsabila Najwa Iskandar. Harusnya saya juga menceritakan dua kakak kembar saya, mungkin di edisi selanjutnya :)
    Ah iya, panggil saja mereka Ufi dan Bela. Kenapa Ufi? Karena dulu sejak saya punya adek dia saya sulit sekali melafalkan huruf "L" ditengah namanya, jadilah dia saya panggil U f i sampai sekarang.

    Saya bingung harus menceritakan apa tentang mereka. Yang jelas saya sedang rindu. Rindu dengan segala hal yang bisa kita lakukan bertiga. Rindu juga berbagi makanan dengan mereka. Pun rindu mempersilakan tamu pergi, eh. Hahaha

    Perangai kami bertiga berbeda sedikit sama sedikit berbeda. Ufi sangat lembut hatinya, lebih pendiam jika dibandingkan aku dan Bela, dia juga lebih sabar. Kalau kata ibu anak perempuan harusnya kaya gitu. Berbeda sekali dengan Ufi, Bela sangat jauh dari kata pendiam dan lemah lembut. Perangainya mirip sekali denganku, kata ibu. Keras. Tidak hanya sifatnya, tapi juga suaranya. Alhasil, dia yang meneruskanku menjadi pemimpin upacara, haha. Kami juga sama-sama sering diminta pidato, ditambah kemiripan nama membuat guru-guru tidak hanya di SD kami, di beberapa SD di kecamatan kami sulit membedakan mana Nabila mana Salsabila, jadilah beberapa kali saat diminta pidato di acara-acara gabungan SD-SD Bela lebih sering dipanggil Nabila, maaf ya Bel, nama mba lebih dahulu melegenda :p
    Diantara kami bertiga, Bela paling bisa baca puisi tapi juga paling tidak bisa menggambar.
    Untunglah aku pakai rok, Ufi jadi ikut-ikutan pakai rok, Bela pun juga pakai rok. Coba kalau tidak, entah jadi apa tiga anak ibu ini.

    Jika dari perangai kami berbeda, apalagi dari fisik kami. Kami sangat berbeda. Yang membuat sama, kami sama-sama perempuan, sisanya kami berbeda. Bela sempat mirip sekali denganku sejak kecil hingga kelas 2 SD, sekarang? Entah ibu beri makan apa anak itu, dia tumbuh begitu cepat. Ufi, sejak dahulu kami memang tidak pernah mirip. Bahkan teman-temanku sempat tidak percaya jika dia adekku, kejam. Tapi sungguh dia adek kandungku, itu pembelaanku dulu.

    Diantara begitu banyak ketidakmiripan kami, kami bertiga memilki mata yang sama. Ini yang membuat kami sekilas nampak mirip. Bulat dengan tatapannya yang tajam. Iya, dulu sebelum kacamata mines 4 bertengger di hidungku dan membuat mataku seperti mata ikan. Mata yang diwariskan bapak.

    Percayalah, meski tidak mirip kita pernah hidup bergantian di rahim ibu selama 9 bulan. Seharusnya kita berlima. Iya seharusnya berlima.


    Purwokerto, 27 Oktober 2015
    Azifah Najwa

    Continue Reading
    Bismillah

    Tentang Raudhatul Jannah. Ah iya, beberapa hari ini kami belajar tentang arti memberi. Menurut kalian, apa itu memberi?

    Bagi kami memberi adalah setiap hal. Saat Gayatri menemaniku begadang. Saat Yuni tidak pulang malam. Saat Resti tidak opname. Saat Wawa berbicara bahasa inggris. Saat Fida ikut kami makan malam. Saat Mba Hasna menemukan tangisanku kemudian mengetuk dan memberiku es krim. Saat Nurini mendatangiku hanya untuk mendengarkan aku mengadu.

    Aku lupa, kalau Gayatri akan menemaniku kapan pun, tidak harus begadang. Yuni juga lebih sering pulang awal. Resti selalu berusaha agar tidak sakit, aku kadang yang lupa masak, Resti jadi harus makan diluar. Wawa juga selalu belajar bahasa inggris. Fida lebih senang saat makan malam bersama kita. Dan Mba Hasna, tanpa membawa es krim akan memelukku begitu menemukan tangisku pecah di malam buta. Mereka ada. Tanpa pernah aku minta.

    Tapi seringnya, aku lupa.


    Raudhatul Jannah, 27 September 2015
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Older
    Stories

    About me


    Azifah Najwa. Penulis. Peneliti. N’s. Food scientist. an ISTP.

    Blog Archive

    • ▼  2021 (10)
      • ▼  November (1)
        • Jogja
      • ►  Maret (2)
      • ►  Februari (5)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2020 (3)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Februari (1)
      • ►  Januari (1)
    • ►  2019 (11)
      • ►  November (2)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  Mei (1)
      • ►  April (2)
      • ►  Januari (5)
    • ►  2018 (109)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (1)
      • ►  Agustus (2)
      • ►  Juni (1)
      • ►  April (13)
      • ►  Maret (31)
      • ►  Februari (28)
      • ►  Januari (32)
    • ►  2017 (115)
      • ►  Desember (13)
      • ►  November (11)
      • ►  Oktober (14)
      • ►  September (21)
      • ►  Agustus (14)
      • ►  Juli (2)
      • ►  Juni (5)
      • ►  Mei (6)
      • ►  April (4)
      • ►  Maret (9)
      • ►  Februari (9)
      • ►  Januari (7)
    • ►  2016 (161)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (6)
      • ►  Oktober (12)
      • ►  September (25)
      • ►  Agustus (20)
      • ►  Juli (19)
      • ►  Juni (16)
      • ►  Mei (18)
      • ►  April (10)
      • ►  Maret (10)
      • ►  Februari (13)
      • ►  Januari (6)
    • ►  2015 (309)
      • ►  Desember (10)
      • ►  November (20)
      • ►  Oktober (27)
      • ►  September (24)
      • ►  Agustus (25)
      • ►  Juli (70)
      • ►  Juni (47)
      • ►  Mei (20)
      • ►  April (29)
      • ►  Maret (18)
      • ►  Februari (10)
      • ►  Januari (9)
    • ►  2014 (41)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (9)
      • ►  Oktober (10)
      • ►  September (15)
      • ►  Februari (1)
    • ►  2013 (2)
      • ►  Agustus (2)
    • ►  2012 (16)
      • ►  November (1)
      • ►  Oktober (3)
      • ►  Juli (1)
      • ►  Juni (3)
      • ►  April (3)
      • ►  Februari (3)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2011 (11)
      • ►  Desember (5)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (5)

    Total Tayangan Halaman

    Most View

    • Pertemuan
      Seperti hari-hari sebelumnya. Tidak ada pertemuan yang tanpa sengaja pun yang sengaja untuk tidak disengaja atau tidak sengaja untuk mencoba...
    • 08.17 p.m.
      Cinta adalah ibu yang setiap hari memasakan makanan untuk kami, dan tak sabar melihat anak dan suaminya tak beranjak dari meja makan karena ...
    • Do'a-Do'a
      Apa yang ada di benak kita, apa yang terus kita khawatirkan adalah do'a-do'a yang tanpa sengaja terus kita dengungkan Iya, do'...
    • Dandelion - Perbedaan
      Aku suka saat kita memperdebatkan hal-hal kecil. Aku suka saat kau memarahiku karena sesuatu yang aku anggap benar tapi salah bagimu, begad...
    • Dandelion, Done!
      Sebelum menutup kisah ini, boleh aku bertanya kepadamu? Tentang kapan Waktu yang diperbolehkan untukku berhenti menghitung cinta yang ka...

    categories

    Catatan Cerita Dandelion Edelweis Food Scientist Idealisme KAMMI Keluarga Raudhatul Jannah Rentang Tunggu Rohis

    Followers

    facebook Google + instagram Twitter

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top