Kurang lebih dua bulan aku vakum dari urusan per scholarship-an. Memilih menepi sejenak dengan dalih menikmati hidup tanpa beban pikiran. Membantunya mencari pekerjaan, menyiapkan segala berkas-berkas keperluannya, apply satu demi satu perusahaan, menyiapkan segala keperluan interviewnya. Bahkan setelah sesibuk itu, nyatanya aku semakin memikirkannya.
Tapi aku takut, meski aku tau dia pasti mengizinkan. Bahkan dia merelakan pekerjaannya demi aku bisa melanjutkan S2. Lalu apalagi yang aku ingin dia korbankan, untuk mengikuti keinginanku S2 di luar negeri, haruskah ia mengorbankan pekerjaannya? Mengorbankan keluarganya?
Aku takut, takut menjadi bebannya, takut menghambatnya.
Bogor, 2 September 2018
Azifah Najwa