Just Note

Sejak aku jatuh cinta pada caramu membaca, sejak itu pula aku berjanji untuk tidak berhenti menulis

    • Home
    X : Ada yang ingin aku tanyakan.

    Y : Apa?

    X : Bagaimana pandanganmu tentang poligami?

    Y : Itu diizinkan kan

    ............

    Y : Tapi itu bukan pilihanku.

    X : Kamu boleh mencari yang lebih baik dari aku. Aku tak akan menahannya.

    Y: Kamu boleh aja bilang gitu, tapi kamu harus tau aku selalu berdoa bahwa yang terbaik buatku tetap kamu, mau hari ini atau besok. Jadi jangan suruh aku cari yang lebih baik lagi ya.


    Baturraden, 30 April 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    .......
    Aku takkan bisa bila hidup tanpa cinta-Mu ya Allah..

    Ujian sisipan masih belum selesai. Beasiswa penelitian juga belum di apply. Sedang dibikin riweh dengan tikus wistar, setidaknya ada 2 tahap penelitian, tahap 1 formulasi produk dan tahap 2 pengujian dengan tikus wistar, menemani mereka makan, terjaga, hingga menjaga agar emosi mereka stabil, memastikan bahwa mereka terkena diabetes, dan perlakuan yang aku berikan tepat. Dan kemudian ditambah riweh dengan RMS. Apalah dia ~,~


    Maaf, jika waktuku semakin sempit.


    Purwokerto, 27 April 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Intro: C# B A B C# B A B
    
    E              B
    Every night in my dreams
     A         E    B
    I see you I feel you
    E             B           A
    that is how I know you go on.
    E              B
    Far across the distance
       A      E       B
    and spaces between us
    E                B           A
    you have come to show you go on.
    
    C#    B          A        B
    Near, far, where ever you are
     C#               B             A
    I believe that the heart does go on.
    C#   B         A        B
    Once more, you open the door
              C#         B
    and you're here in my heart and
      A             B      E
    my heart will go on and on.
    
                     B
    Love can touch us one time
       A        E    B
    and last for life time
    E         B                 A
    and never let go till we're gone.
    E               B              A         E      B
    Love was when I loved you, one true time I hold to
    E                B         A
    In my life we'll always go on.
    
    C#    B        A        B
    Near, far wher ever you are
     C#               B             A 
    I believe that the heart does go on.
    C#   B         A        B
    Once more, you open the door
              C#         B
    and you're here in my heart
          A             B      C# B A
    and my heart will go on and on.
    
    
    Bridge
    
    B C# B A
    
    F      Eb           Db        Eb
    You're hear there's nothing I fear
         F            Eb            Db
    and I know that my heart will go on.
    F     Eb      Db        Eb
    We'll stay forever this way
           F          Eb
    You are safe in my heart
          Db            Eb     F  Eb Db F Eb Db F
    and my heart will go on and on.
    
    
    Tadi waktu lagi nemenin makan ga sengaja denger lagu ini. Lagu kesukaan entah sejak kapan. Mungkin sejak lima tahun lalu. Sejak kita sering tidak sengaja memainkannya untuk tugas seni budaya. Kasihan sama gitar yang udah nganggur di kosan hampir sebulan, jadi malem ini, yang harusnya aku lakukan untuk mengerjakan laporan praktikum, malah aku pake buat main gitar. Selain ga jago main gitar, gitar yang fals, bahkan senar Enya pun putus, permainan gitarku amat buruk. Tapi aku yakin, gitar ini telah berusaha menjadi gitar terbaik. Seperti dulu kita saat kita mengusahakan menyajikan penampilan terbaik. Aku bukan pemain gitar yang baik, tapi kau mengajariku memainkannya dengan baik. Makasih loh ilmunya, dan juga lagunya. Kapan mau main gitar bareng lagi? 
    
    
    Purwokerto, 20 April 2016
    Continue Reading

    Boleh kan jika sewaktu-waktu aku hanya ingin berdiam diri, tanpa ada orang yang tahu dan aku beritahu. Tanpa harus ditemani pertanyaan "ada apa?" atau "kamu kenapa?"

    Beberapa hari terakhir ini, aku kerap berpikir, bahwa aku harus segera meninggalkan Purwokerto, mengucapkan terima kasih karena telah mempertemukan aku dengan banyak orang, mengajarkanku banyak hal. Pergi dan berharap tak pernah kembali lagi ke tempat ini. Terdengar kejam, memang...

    Purwokerto, 20 April 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    "My name is Nabila Faradina Iskandar, the representative from Food Science and Technolgy to Selection of Agriculture Faculty Outstanding Student 2016. This is my idea..."

    Tomorrow is outstanding student selection. Hope for blessing. :)


    Purwokerto, 18th April 2016
    Nabila Faradina Iskandar 
    Continue Reading

    Pelangi
    Nabila Faradina Iskandar


    Tak pernah ada yang berhasil tau, kemana jejak pelangi pergi. Entah sore, entah senja, entah kemana. Tiba-tiba hujan mereda, menyisakan dingin dan tanya.

    Ruangan ini tak jauh berbeda dengan ruangan-ruangan yang lain. Sebagai laboratorium dengan fasilitas terlengkap di abad ini, manusia-manusia pada abad sebelumnya tak akan membayangkan jika laboratorium ini akan berdiri. Semua ruangan dibangunan itu memiliki desain yang sama. Dindingnya putih. Bersih. Dan akses menuju ruangan itu dijaga ketat dengan teknologi super canggih. Hanya yang memiliki lisensi ilmuwan lah yang mampu masuk ke dalam bangunan itu.
    Meskipun tampak sama, ada ruangan yang didesain khusus. Tidak seperti ruangan lain, pada ruangan itu dipasang kaca yang memiliki dengan sudut elevasi 450. Lampu-lampu yang ditanam di ruangan itu memancarkan cahaya lembut. Membuat ruangan itu membiaskan cahaya saat hujan turun. Sempurna membentuknya menjadi pelangi. Tepat di ujung ruangan itu ada sebuah pintu. Pintu itu yang sudah hampir beberapa tahun ini diselesaikan ilmuwan-ilmuwan dunia. Dan hari ini pintu itu selesai dikerjakan.
    “Buka pintunya, Profesor!.”
    Waktu menunjukkan pukul  sembilan malam saat suara itu memecah kebekuan di ruangan lantai marmer itu.
    Seperti kisah di negeri dongeng, jika kau menemukan di mana ujung pelangi itu, kau bisa menaikinya untuk sampai ke langit. Seperti kisah di negeri dongeng, kisah ini dimulai juga pada suatu hari dan diselesaikan dengan selamanya.
    ***
    Kisah ini dimulai pada suatu hari, saat di mana penduduk bumi mencapai 9 milyar. Pada saat itu pangan menjadi komoditas yang sangat langka. Di saat lahan produktif pertanian tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan 9 milyar penduduk bumi. Manusia mengabaikan peringatan untuk jangan membuka lahan hutan. Mengabaikan larangan untuk tidak alih fungsi lahan. Mengabaikan larangan untuk tidak menggunakan pupuk kimia. Jika 15 tahun lalu produksi jagung sebuah negara bisa mencapai puluhan juta ton, saat ini tidak ada lagi lahan yang dapat ditanam.
    “Arya, ada yang menarik dari laporan peswat ulang alik yang kita terbangkan seminggu lalu,” Elis menyambungkan tablet miliknya dengan proyektor. Proyektor tercanggih pada abad itu. Dengan resolusi yang sangat tinggi. Seolah-olah kita tengah melihat dengan mata langsung.
    “Maksudnya apa, Elis?,” Prof Buchle menanyakan.
    “Planet ini bisa menghasilkan air, Prof. Berdasarkan laporan dari robot X-25 yang kita kirim satu minggu lalu, lapisan kedua planet ini mampu membentuk awan.”
    “Maksudmu, manusia mungkin hidup di planet itu, Elis?”
    “Tepat, Arya. Meskipun aku belum yakin, apa kandungan hujan yang diturunkan oleh awan di planet ini.”
    “Bagaimana dengan kondisi suhu lingkungannya, Elis?”
    “Hmmm, aku rasa tidak terlalu buruk. Saat siang suhunya dapat mencapai 27-300C tapi dapat mencapai -50C hingga -200C atau bahkan -350C saat malam,” jawab Elis sambil menggigit bibir. Bukan penemuan yang meyakinkan.
    “Kirim robot yang lain, Arya,” Prof Buhcle memerintahkan. Itu artinya penemuan Elis bukan jawabannya. Elis menghela napas panjang. Tentu ini bukan penelitian yang mudah. Para ilmuwan telah meramalkan, bumi akan mengalami revolusi setiap 1000 tahun. Dan abad ini adalah puncaknya. Sejak fakta ini diketahui oleh para ilmuwan, mereka segera merencanakan pembuatan pintu ajaib itu. Ada puluhan pemuda jenius dari belahan dunia yang dikumpulkan untuk menyelesaikan proyek itu. Elis dan Arya salah duanya. Saat itu Elis berusia 17 tahun dan Arya 19 tahun.
    “Sudahlah, Elis, tidak perlu mengeluh begitu, bukankah ini adalah hal biasa? Kita mengirim robot kemudian mendapatkan laporan dan laporan yang didapat tidak sesuai dengan yang harapkan.
    “Ini bukan kali pertama, Elis. Kita telah melakukan ini bertahun-tahun. Entah berapa ratus robot yang sudah kita kirim ke luar angkasa. Mengunjungi setiap orbit planet. Tapi hingga sekarang semua hasilnya nihil. Orang-orang di luar sana tidak pernah tahu, bahwa kehidupan ini lambat laun akan punah. Bahwa hidup ini hanya akan menjadi kenangan. Dan yang menjadi masalah, siapa yang akan mengenangnya jika semua punah.”
    “Sepertinya aku perlu satu gelas jus stroberi, Arya.”
    Arya tersenyum. Membuntutinya dari belakang menuju kantin laboratorium.
    Ini masa di mana teknologi berkembang begitu pesat. Hampir semua hal dilakukan oleh robot, termasuk jus stroberi yang dipesan Elis. Saat itu Elis berusia 17 tahun dan Arya 19 tahun.
    ***
    “Jangan gila! Kau tidak akan bisa membukanya, Arya.
    “Semua akses ke ruangan itu ditutup.
    Arya terus menggedor pintu ruangan itu. Memaksa membukanya. Tapi semuanya sia-sia. Di luar hujan turun dengan derasnya. Saat pelangi terbentuk sempurna semuanya selesai. Elis tak akan pernah kembali.
    ***
    Krak.
    Lagi-lagi spatula kayunya patah. Meskipun usianya baru 17 tahun, Elis adalah ilmuwan yang jenius. Ia dilibatkan di berbagai proyek penelitian. Pemegang hak paten atas enzim insulin serta beberapa bidang kesehatan. Entah apa yang sedang dikerjakan oleh Elis di laboratorium itu. Beberapa kali dia tampak was-was. Nampaknya dia takut kalau darah yang disimpan di refrigrator mulai menyusut.
    Di laboratorium ini sesama ilmuwan tidak ada yang tahu apa latar belakang ilmuwan lain. Dari mana asalnya. Siapa orang tuanya. Semua dirahasiakan. Termasuk Elis. Tidak ada yang tahu siapa orang tua yang telah melahirkan anak sejenius dia. Saat para ilmuwan diberikan jatah libur dua hari setiap tahunnya, Elis pulang paling akhir dan tiba di laboratorium paling awal. Tidak ada yang tahu di mana alamat rumahnya. Dan tidak ada yang berniat tahu pula.
    “Elis!”
    Prak. Tabung reaksi yang dipegangnya jatuh, pecah. Membuat darah yang ada di dalamnya berhamburan mengotori lantai. Tanpa mencari tahu siapa biang keladinya, Claudia langsung meminta maaf.
    “Tidak apa, nanti bisa aku ulangi lagi.”
    “Hehe, kau dipanggil Prof. Buchle.”
    “10 menit lagi aku ke sana.”
    Claudia juga salah satu ilmuwan yang cukup muda. Usianya 19 tahun. Claudia adalah sahabat baik Elis di laboratorium ini. Dia  tahu segalanya tentang Elis. Semuanya kecuali penelitian yang sedang dikerjakan Elis. Itu sebabnya dia menolak tawaran Claudia untuk membereskan pecahan tabung reaksi itu.
    “Elis, sepertinya kau benar, ada yang menarik dari planet ini, meskipun suhunya turun drastis saat malam, tapi planet ini mampu menghasilkan hujan. Kau teliti apa senyawa yang terkandung dalam air hujannya.”
    “Baik, Prof!”
    Elis keluar dari ruangan Profesor Buchle dengan mata berbinar. Dua hari lalu dia mengirimkan hasil analisisnya ke email Profesor Buchle. Hal itu lah yang membuat Profesor Buchle memanggilnya. Tentu bukan karena penemuannya mendapat apresiasi dari Profesor Buchle. Lebih dari itu. Lebih dari sebuah misi menemukan cara bagaimana mencegah kepunahan itu.
    Berhari-hari Elis mengerjakan tugas dari Profesor Buchle dan penelitiannya tentang darah. Tepat hari ke delapan analisinya sempurna. Kesimpulan yang gila dan jauh dari nalar manusia. Bukan tentang dilatasi waktu. Ini tentang dimensi yang seringkali diabaikan oleh manusia. Dimensi yang hidup di alam bawah sadar manusia itu sendiri. Dan di sana kita bisa menahan manusia hingga bumi selesai berevolusi.  
    ***
    Pukul sembilan lewat sepuluh menit. Claudia menatap cemas Arya. Semua ini sungguh diluar dugaannya. Elis memilih melupakannya. Elis memilih melupakan semua kenangan tentang Arya. Dan saat Arya mulai menyadarinya, semua sudah terlambat.
    Sebentar lagi, pintu ajaib itu resmi mengirim Elis ke dimensi lain. Elis tidak akan pernah kembali. Saat Arya mengetahui bahwa penelitian yang Elis kerjakan adalah untuk mengubah DNA cickle cell anemia menjadi DNA sel darah normal. Thalasemia. Dua belas tahun lalu ibunya meninggal karena itu. Dan sejak saat itu dia harus berpisah dengan adiknya. Iya adiknya. Lisa Deyna. Yang selama ini dikenal dengan nama Elis. Ilmuwan jenius yang usianya dua tahun dibawahnya. Namun semua terlambat, Elis sudah memutuskan bahwa dia yang akan pergi ke dimensi itu. Baginya, penemuan ini lebih dari sekedar menyelamatkan kepunahan manusia. Tapi juga menyelamatkannya dari kenangan buruk. Bahwa dia harus ditinggal kedua orang tuanya. Bahwa dia harus berpisah dengan kakaknya. Dan kenyataan bahwa dia adalah penderita cickle cell anemia.  
    ***
    Di ruangan itu hanya ada Elis dan Proesor Buhcle. Ruangan ini tertutup untuk siapapun.
    “Elis, untuk yang terakhir kalinya, apa kau benar siap dikirim ke dimensi itu?”
    Elis mengangguk.
    “Aku mengenalmu sejak kau kecil. Aku juga tahu pasti alasanmu mengambil keputusan ini. Nak, tidak kah kau ingin berdamai dengan semua cerita hidupmu? Kau mungkin tidak menemukan kakak mu, tapi kau memiliki Claudia, kau memiliki aku.”
    Elis menyeka air matanya. Dia tahu bahwa hidupnya dipenuhi hal-hal menakjubkan.
    “Elis, konfirmasi terakhir. Apakah kau benar akan pergi sendiri ke dimensi itu?”
    Elis mengangguk pelan.
    Profesor Buchle memencet tombol merah. Ruangan itu seketika memancarkan kilauan pendar warna pelangi. Seketika setelah tomobol merah kedua di tekan, [intu ajaib itu akan membawa Elis ke dimensi lain. Membawanya dan tidak akan kembali. Elis tidak pernah tahu bahwa Arya adalah kakaknya. Otak manusia memang tidak dirancang untuk melupakan kenangannya. Tapi kita boleh memilih kenangan mana yang akan dikenang. Dalam sepersekian detik, Elis akan segera menghilang dari bumi. Sebelum akhirnya, pandnagan Profesor Buchle kabur, redup, dan pet!



    Cerpen yang mengkhayal secara astronomi dan biologi, but nothing impossible :P
    Continue Reading
    Selamat malam, Purwokerto :)

    Ah maaf blog menjadikanmu berkarat beberapa pekan ini. Malam ini aku lega. Jangan kau tanya kenapa. Karena aku tidak akan menceritakannya. Setidaknya aku tidak lari dari komitmen atas "statusku". Setidaknya aku pernah mengalami ini sebagai kepingan puzzle, meski awalnya berat, meski awalnya aku ingin lari, tapi ini bisa jadi cerita untuk anakku kelak, karena salah satu pertanyaan saat pencalonan ketua umum kemarin, ada pertanyaan ini, apakah kami, para calon ketum akan meminta anak kami untuk menjadi bagian dari KAMMI.

    Jadi, mari segera kembali ke seleksi pemilihan mahasiswa berprestasi. Mari siapkan presentasi terbaik. Mari siapkan kemampuan speaking english terbaik. Dan tentu siapkan do'a-do'a terbaik.

    Setelah menyelesaikan paper untuk seleksi mawapres, paper untuk 2 beasiswa penelitian, aku butuh diversifikasi bacaan! Maka sebelum pemaparan visi-misi di musyawarah komisariat kemarin, aku putuskan pergi ke Gramedia, membeli beberapa novel, catat, hanya novel! Tapi baru menemukan satu novel tiba-tiba handphoneku berdering. Ah lupa, aku hanya mematikan paket data. Bagiku pergi ke toko buku mungkin sama rasanya dengan shopping ala teman-teman perempuanku, tidak cukup waktu sebentar. Jika aku tiba-tiba hilang, tidak ada kabar dan tidak bisa dihubungi, cobalah cari aku di Gramed, mungkin aku ada diantara buku-buku di sana.

    Membaca tak membutuhkan waktu lama bagiku, apalagi membaca novel. Novel. Ah iya novel. Dulu aku akrab sekali dengan kata itu. Novel, cerpen, puisi. Dulu aku hidup di dalamnya. Ah, kenapa semua itu dulu. Sembari membuka cerpen dan beberapa novel yang aku kirim untuk dikompetisikan, aku baru sadar, aku dulu seorang penulis fiksi. Aku ingin kembali. Membiarkan imajinasiku bebas bermain dengan kata-kata. Hampir semua cerpen dan novelku tentang ilmu pengetahuan. Tentang kehidupan di laboratorium. Jika dulu aku hanya mengimajinasikannya, kini aku lebih sering mejadikannya seolah-olah ada.

    Aku sungguh ingin kembali. Menjadi penulis fiksi.


    Aku ingin kembali...


    Purwokerto, 14 April 2015
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Aku sedang rindu SMANSA dan tentunya masa SMA. Jadi aku tonton film ini :')

    https://www.youtube.com/watch?v=vQeZ17OR0zk&nohtml5=False

    tidak ada suaranya, tapi aku masih hafal betul :'))

    Continue Reading

    Setelah hampir 3 tahun tidak dituntut untuk menghabiskan banyak obat. Hari ini lagi. Awalnya aku kira flu biasa. Tapi ternyata tidak flu sama sekali. Diagnosis dokter justru gejala types. Tapi aku rasa, lambungku kembali radang. Ah tentu hanya ibu dan bapak yang tahu bagaimana saat dini hari aku menelpon mereka hanya untuk menangis kesakitan. Benar memang, segala sesuatu bisa karena terbiasa. Terbiasa bertahan dengan sakit, aku bahkan tidak percaya saat dokter mendiagnosis gejala types. Saya masih bisa melakukan banyak hal sendiri. Bahkan ke dokter pun. Sama halnya saat pendarahan lambung tiga tahun lalu, tiga minggu pendarahan berlangsung aku baru merasakan bahwa ternyata pendarahan lambung itu sakit. Hingga akhirnya dipaksa opname. Wahai lambung, untuk yang ini kamu harus bisa bertahan ya, jika pun harus opname tunggu sampai seleksi mapres selesai. Oke? :D

    Dan pagi ini, SMANSA kembali berduka. Sebulan yang lalu, tepat sebulan yang lalu, Nanda harus pergi. Hari ini, guru terbaik SMANSA yang harus pergi. Siapa yang tidak kaget. Siapa yang akan percaya. Tidak menyalahkan jika Alan menyangsikan informasi itu. Rasanya baru kemarin Bu Tuti memberi peraturan di kelas kita, jika hendak meminjam barang ke teman kita, jangan dilempar, jika di lempar, Bu Tuti akan menyitanya. Rasanya baru kemarin, setiap hendak lomba cerpen atau pun esai aku selalu main ke kos Bu Tuti, jika ingin tahu bagaimana aku memulai debutku sebagai penulis cerpen, Bu Tuti paling tahu. Rasanya baru kemarin aku, Aim, Alan, Nanda, Asiah, Rakhmadi, ngobrol banyak hal. Rasanya baru kemarin saat kita semua "dipaksa" jatuh cinta pada Novel Negeri 5 Menara. Semua itu rasanya baru kemarin. Ah Rabb... :'((


    Purwokerto, 3 April 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    "Sebagian dari kita saat menentukan pilihan seringnya adalah antitesis dari yang sudah ada" (Lupa siapa, 2015)

    Dan aku mengiyakan. Sederhananya dimulai dari PKL dan dilanjutkan dengan KKN. Aku sama sekali tidak mengambil matakuliah yang berhubungan dengan Bakrey, tapi aku PKL di Bogasari. Aku tidak mengambil matakuliah pilihan yang berhubungan dengan bahan penyegar, termasuk kopi, tapi KKN Tematik yang aku ambil tentang kopi. Dan mungkin termasuk memilih pasangan hidup. Eh, duh maap baru kondangan, jadi baper gini. :v

    Saat lagi banyak-banyaknya kerjaan, LKTI Mawapres, proposal beasiswa penelitian, tapi harus demam, harus tiduran. Biar dipaksa istirahat mungkin. Alhamdulillah.


    Purwokerto, 1 April 2016
    Azifah Najwa

    Be my mine April :)
    There's mawapres competition and examination! Fighting!
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me


    Azifah Najwa. Penulis. Peneliti. N’s. Food scientist. an ISTP.

    Blog Archive

    • ►  2021 (10)
      • ►  November (1)
      • ►  Maret (2)
      • ►  Februari (5)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2020 (3)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Februari (1)
      • ►  Januari (1)
    • ►  2019 (11)
      • ►  November (2)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  Mei (1)
      • ►  April (2)
      • ►  Januari (5)
    • ►  2018 (109)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (1)
      • ►  Agustus (2)
      • ►  Juni (1)
      • ►  April (13)
      • ►  Maret (31)
      • ►  Februari (28)
      • ►  Januari (32)
    • ►  2017 (115)
      • ►  Desember (13)
      • ►  November (11)
      • ►  Oktober (14)
      • ►  September (21)
      • ►  Agustus (14)
      • ►  Juli (2)
      • ►  Juni (5)
      • ►  Mei (6)
      • ►  April (4)
      • ►  Maret (9)
      • ►  Februari (9)
      • ►  Januari (7)
    • ▼  2016 (161)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (6)
      • ►  Oktober (12)
      • ►  September (25)
      • ►  Agustus (20)
      • ►  Juli (19)
      • ►  Juni (16)
      • ►  Mei (18)
      • ▼  April (10)
        • Mencari
        • 11.01 p.m.
        • My Heart Will Go On
        • Pergi
        • Besok!
        • Pelangi
        • Kembali
        • SMANSA
        • 11.28 a.m.
        • Antitesis
      • ►  Maret (10)
      • ►  Februari (13)
      • ►  Januari (6)
    • ►  2015 (309)
      • ►  Desember (10)
      • ►  November (20)
      • ►  Oktober (27)
      • ►  September (24)
      • ►  Agustus (25)
      • ►  Juli (70)
      • ►  Juni (47)
      • ►  Mei (20)
      • ►  April (29)
      • ►  Maret (18)
      • ►  Februari (10)
      • ►  Januari (9)
    • ►  2014 (41)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (9)
      • ►  Oktober (10)
      • ►  September (15)
      • ►  Februari (1)
    • ►  2013 (2)
      • ►  Agustus (2)
    • ►  2012 (16)
      • ►  November (1)
      • ►  Oktober (3)
      • ►  Juli (1)
      • ►  Juni (3)
      • ►  April (3)
      • ►  Februari (3)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2011 (11)
      • ►  Desember (5)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (5)

    Total Tayangan Halaman

    Most View

    • SMANSA dan Sebuah Warisan
      SMANSA adalah satu dari 2 sekolah di mana saat aku diterima di dalamnya aku menangis. Iya, aku menangis, tentu bukan karena diterima di...
    • Jurnal 365
      Seperti gambar, tulisan adalah kapsul waktu, yang dapat membawa kita kembali mengenang. Mulai dari yang sangat ingin dikenang, hingga yan...
    • Drama
      Aku mengembangkan senyum terbaikku. Mencoba menikmati setiap waktu yang berjalan kala itu. Mencoba berdamai dengan kenyataan yang tidak s...
    • Berunding dengan Waktu
      Ketika waktu mempermainkan rindu, bersabarlah jangan menyerah. Bukankah hubungan jarak jauh memang seperti itu? Tidak ada lagi malam-ma...
    • Berjalan
        Kapan pun perjalanan membuatmu ragu, berhentilah sejenak, menepilah saja. Karena tak ada yang salah dengan memulai lagi segalanya. Mungkin...

    categories

    Catatan Cerita Dandelion Edelweis Food Scientist Idealisme KAMMI Keluarga Raudhatul Jannah Rentang Tunggu Rohis

    Followers

    facebook Google + instagram Twitter

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top