Just Note

Sejak aku jatuh cinta pada caramu membaca, sejak itu pula aku berjanji untuk tidak berhenti menulis

    • Home
    Ada yang berbeda pagi ini. Jika biasanya aku meninggalkan Kebumen untuk berangkat ke Purwokerto karena masih rindu dengan rumah, pagi ini lain. Sejak paket dataku habis kemarin siang, akses internet ke handphoneku serta merta terputus total. Termasuk kabar bahwa pagi ini adek kelasku meninggal. Bahwa kemarin dia -yang surat-suratnya masih sering aku baca- ternyata sudah tidak ada lagi di tengah-tengah kita. Sampai kapan pun aku akan selalu bertepuk tangan sembari beridiri karena permainan gitar dan biolanya. Sampai kapan pun aku tidak akan lupa saat dia menangis di pundakku, memelukku, sembari bilang, "Jangan lulus dulu, Kak Nabila"

    Ah, Rabb kenapa Engkau justru mengambil orang-orang baik dengan cepat. Kenapa Kau justru membiarkan orang-orang yang kerap lalai ini untuk hidup dan justru semakin lalai. Faghfirly...

    Dan betapa tidak bersyukurnya aku masih diberi kesempatan untuk beribadah. Aku tak bisa membayangkan, bagaimana jika aku yang di posisi Nanda dua tahun lalu? Bagaimana jika akhirnya pendarahan lambung dua tahun lalu membuatku meninggal? Ah salah, bagaimana jika pendarahan lambung dan pendarahan usus 12 jari yang aku alami dua tahu lalu, yang memaksaku opname, yang memakasaku makan bubur hampir 1/2 tahun, juga yang membuatku harus meninggalkan meninggalkan orang tuaku? Ah, Rabb.. :'(

    Murrobiku sering berpesan, tunaikan hak-hak saudaramu, agar kau bisa belajar syukur darinya. Hari ini aku belajar bersyukur dari Nanda.


    Allahumaghfirlahaa, warhamhaa, wa'aafiha, wa'fu'anha

    Semoga kau selalu mendapat tempat terbaik di sisi-Nya dek :'


    Dalam perjalanan ke kota satria
    Kebumen, 3 Maret 2016
    Continue Reading

    Lelah adalah ketika kita terpaksa bertahan dengan karakter curian. PKL ke-23. Jika sejak awal minggu ini ditanya apa suka-dukanya, maka jawabku hanya diam. Bukankah lebih baik diam daripada menyakiti hati orang? Mau berapa kali pun ditanyakan, jawabku hanya satu, tidak ada kesan. Mungkin PKL ini tak ubahnya aktivitas kuliah biasa, yang aku jalani hanya untuk memenuhi syarat studiku, hanya untuk menjawab rasa penasaranku akan gandun, hanya untuk menjelasakan ke otakku bagaimana produksi tepung.

    Terdengar sangat kejam ya? Ah maaf sudah terlalu banyak hal yang aku sembunyikan, yang aku pura-pura bahagiakan. Maka saat jadwal pulang tiba yang aku inginkan hanya satu, segera meninggalkan ibu kota. Capek loh satu bulan ini harus bertahan dengan karakter curian. Sudah mencuri, yang dicuri karakter pula. Jadi, dengan apa yang tampak dariku jangan pernah kalian percaya sepenuhnya.

    Tapi agaknya aku memang sudah belajar ini sejak dulu. Sejak aku pura-pura berdamai dengan waktu ibu yang teramat sempit untukku. Sejak aku memilih menulis dan melukis untuk mengatakan semuanya. Sejak akhirnya aku memutuskan berdamai dengan kehidupanku, lalu melanjutkan hidup ala kadarnya. Iya, ala kadarnya.

    Selepas isya tadi adekku telpon, menceritakan segal hal tentang studinya, mungkin lebih tepatnya aku paksa menceritakannya. Benar kan dia ceritakan semua yang dikhawatirkan, yang dia takutkan dari makhluk tak berwujud bernama SNMPTN. Maka yang aku lakukan hanya memberikan dia keyakinan, melangkah saja tanpa banyak bicara, tanpa perlu mendengarkan nasihat, hanya perlu diyakinkan oleh-Nya. Sengaja aku menyuruhnya itu, karena pernah gagal karena tak mengamalkannya. Tentu aku berani menyuruhmu, tidak harus kau memintanya. Boleh aku bertanya? Bagaimana rasanya punya kakak?

    Ah maaf, aku tak sengaja menangis. Saat menuliskan ini apalagi yang aku ingat selain masa 3 tahun silam.  Kalian pasti tidak percaya bahwa untuk banyak kesempatan aku masih seorang seniman, yang hidup dari rentetan kata. Yang mengungkapkan kejujuran lewat seninya. Seperti kisahku dengan dunia lukis yang berakhir tragis, kisahku dengan dunia sastra juga berakhir sama saja, sama tragisnya. Jadi maafkan, kalau mengingatnya aku jadi menangis.

    Aku lelah bertahan dengan karakter curian ini. Yang dulu pernah mengenalku, coba ceritakan bagaimana aku dulu. Sebelum semuanya membuatku pandai pura-pura baik-baik saja.


    Jakarta, 26 Februari 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Aku tengah merenungi sesuatu tentang diriku sendiri. Tentang kehidupan yang sedang aku jalani. Tentang kuliah yang sedang aku jalani. Aku sedang berada diantara mahasiswa di beberapa perguruan tinggi, bersama mereka hampir 25 hari, berbagi cerita, pengalaman, tentulah ilmu.

    Kemudian ingatanku melesat jauh ke 2017, insya Allah aku wisuda, dan memang harus wisuda di tahun itu. Melihat mereka aku kemudian berpikir, apa yang membuatku berbeda di antara mereka? Apa yang bisa aku unggulkan dari mereka atau dari ribuan mahasiswa yang akan lulus bersamaku, atau lebih dulu dariku. Apa “nilai lebih” yang aku miliki dibandingkan dengan ribuan mahasiswa yang lain? Apa yang membuatku merasa menjadi lebih berharga dan aku merasa layak untuk mendapatkan peluang-peluang terbaik selepas lulus itu?

    Di ujung semester yang tak lagi muda, di mana penelitian dan skripsi mulai menghantui, aku mulai menyesalkan banyak hal. Tentang begitu banyak peran yang banyak sekali aku lewatkan.

    Penghafal Qur'an jumlahnya tidak banyak, kenapa aku tidak menjadi salah satu diantara mereka?

    Di saat orang lain yang sebaya denganku telah melesat begitu jauh. Aku baru menyadari ternyata aku tidak pernah menjadi apa-apa. Aku tidak bisa menjelaskan apa yang telah aku ciptakan demi kebaikan banyak hal di sekililingku.

    Dalam 24 jam yang sama. Ada orang yang bisa menyelesaikan urusannya sendiri dan urusan banyak orang, ada yang bisa menyelesaikan urusannya sendiri dan keluarganya, ada yang hanya bisa menyelesaikan urusannya sendiri, dan yang paling menyedihkan adalah orang yang bahkan menyelesaikan urusanya sendiri pun tidak bisa. Itu dalam 24 jam yang sama.


    Jakarta, 26 Februari 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Jika cinta bagimu sebatas mengupayakan pertemuan, memanjakan rindu-rindu yang tak pernah sudah, tanpa peduli pada banyak do'a yang diam-diam dipanjatkan, tanpa usaha saling meyakinkan, boleh aku berhenti dari cerita ini?


    Jakarta, 20 Februari 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Kita ada diantara hening, aku enggan memecahnya karena teramat tau kau tak berniat memecahnya lebih dulu. Aku enggan menjadi bunyi pertama. Lalu aku dan kau membiarkan hening menguasai kita.


    Dandelion, 19 Februari 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Hidup adalah tentang pilihan, tentang membentukmu menjadi apa dengan apa-apa yang kau pilih. Tentang seperti apa kau ingin dikenali, tentang dengan siapa kau ingin menuju Rabbmu.

    Kata mereka, memilihlah dengan baik, pilihlah yang terbaik. Yang membuatmu selamat dan bahagia tidak hanya di dunia, tapi juga menuju Rabbmu. Kata mereka lagi, pilihlah yang benar-benar bisa menjadi imam yang baik, dengan segala kepatuhannya pada Tuhan, dengan segala cintanya pada ibu dan ayahnya.

    Bukankah yang terbaik menurut manusia, tak selalu paling baik menurut Rabbmu? manusia selalu saja bebal dengan menentukan ukuran standarnya sendiri. Sungguh, manusia tak pernah tau apa yang ada dalam hati, tak pernah tau seperti apa kehidupan di depan, seperti apa bentuk cinta terbaik pun, manusia tak pernah mengerti. 

    Bagaimana bila pilihanku jatuh padamu? 

    Aku tak tau apa kau yang terbaik atau bukan, karena aku juga tak tau apa aku ini baik atau tidak. Tapi aku yakin, Tuhan akan menyatukan orang yang pantas bersatu.

    Bagaimana kalau kita buat kesepakatan?

    Kita sama-sama menjadi yang terbaik saja di hadapan Tuhan, berdoa menunggu disatukan.

    Bagaimana? kau setuju, kan?



    Rentang Tunggu, 19 Februari 2016
    Azifah Najwa

    -masih- menunggu, menunggu selesai PKL, menunggu yang lain sholat, menunggu kakiku sembuh pasca kecelakaan kemarin 
    Continue Reading
    Ini sudah tahun kesekian ketika aku memutuskan menghilang dari kehidupan seseorang, lenyap dari segala tentang hidupnya, sembunyi dari segala hal tentang dia, menghindar dari jalan penuh cerita, aku benar-benar memutuskan menghilang.

    Asal kau tau saja, tak ada yang mudah megawali semuanya. Menghilang bukanlah keahlianku ketika setiap detik aku selalu berada tak jauh darimu.

    Ini sudah hari kesekian aku setelah aku memutuskan menghilang, tak ada saling mencari, semuanya berjalan seperti biasa, bahkan aku terbiasa bahkan pandai sekali menghilang.

    Pada akhirnya, cara inilah yang aku ambil untuk menyelamatkan kita. Tidak. Cara inilah yang aku ambil untuk menyelamatkan diriku sendiri. Menghilang dan menghindar agar tak lagi terasa sakitnya, beginilah aku memulai berdamai dengan kisah hidup seseorang.

    Suatu hari nanti ketika aku telah lupa perihnya, akan aku datangi semua tempat penuh cerita tentangmu dan ku ceritakan segala kisahnya pada seseorang. Akan ku ceritakan padanya tentangmu, lalu aku akan berterimakasih padamu karena membuatku menemukan dia.

    Maka, tunggulah sampai hari itu tiba. Selamat berdamai :)


    Jakarta, 17 Februari 2016
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me


    Azifah Najwa. Penulis. Peneliti. N’s. Food scientist. an ISTP.

    Blog Archive

    • ▼  2021 (10)
      • ▼  November (1)
        • Jogja
      • ►  Maret (2)
      • ►  Februari (5)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2020 (3)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Februari (1)
      • ►  Januari (1)
    • ►  2019 (11)
      • ►  November (2)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  Mei (1)
      • ►  April (2)
      • ►  Januari (5)
    • ►  2018 (109)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (1)
      • ►  Agustus (2)
      • ►  Juni (1)
      • ►  April (13)
      • ►  Maret (31)
      • ►  Februari (28)
      • ►  Januari (32)
    • ►  2017 (115)
      • ►  Desember (13)
      • ►  November (11)
      • ►  Oktober (14)
      • ►  September (21)
      • ►  Agustus (14)
      • ►  Juli (2)
      • ►  Juni (5)
      • ►  Mei (6)
      • ►  April (4)
      • ►  Maret (9)
      • ►  Februari (9)
      • ►  Januari (7)
    • ►  2016 (161)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (6)
      • ►  Oktober (12)
      • ►  September (25)
      • ►  Agustus (20)
      • ►  Juli (19)
      • ►  Juni (16)
      • ►  Mei (18)
      • ►  April (10)
      • ►  Maret (10)
      • ►  Februari (13)
      • ►  Januari (6)
    • ►  2015 (309)
      • ►  Desember (10)
      • ►  November (20)
      • ►  Oktober (27)
      • ►  September (24)
      • ►  Agustus (25)
      • ►  Juli (70)
      • ►  Juni (47)
      • ►  Mei (20)
      • ►  April (29)
      • ►  Maret (18)
      • ►  Februari (10)
      • ►  Januari (9)
    • ►  2014 (41)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (9)
      • ►  Oktober (10)
      • ►  September (15)
      • ►  Februari (1)
    • ►  2013 (2)
      • ►  Agustus (2)
    • ►  2012 (16)
      • ►  November (1)
      • ►  Oktober (3)
      • ►  Juli (1)
      • ►  Juni (3)
      • ►  April (3)
      • ►  Februari (3)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2011 (11)
      • ►  Desember (5)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (5)

    Total Tayangan Halaman

    Most View

    • Pertemuan
      Seperti hari-hari sebelumnya. Tidak ada pertemuan yang tanpa sengaja pun yang sengaja untuk tidak disengaja atau tidak sengaja untuk mencoba...
    • 08.17 p.m.
      Cinta adalah ibu yang setiap hari memasakan makanan untuk kami, dan tak sabar melihat anak dan suaminya tak beranjak dari meja makan karena ...
    • Do'a-Do'a
      Apa yang ada di benak kita, apa yang terus kita khawatirkan adalah do'a-do'a yang tanpa sengaja terus kita dengungkan Iya, do'...
    • Dandelion - Perbedaan
      Aku suka saat kita memperdebatkan hal-hal kecil. Aku suka saat kau memarahiku karena sesuatu yang aku anggap benar tapi salah bagimu, begad...
    • Dandelion, Done!
      Sebelum menutup kisah ini, boleh aku bertanya kepadamu? Tentang kapan Waktu yang diperbolehkan untukku berhenti menghitung cinta yang ka...

    categories

    Catatan Cerita Dandelion Edelweis Food Scientist Idealisme KAMMI Keluarga Raudhatul Jannah Rentang Tunggu Rohis

    Followers

    facebook Google + instagram Twitter

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top