Dari Seorang Kuli Tinta

9:25 AM

Teruntuk saudariku
Saudari seimanku

Jika tarian pena ini latah dan gersang, semoga nantinya sebutir tetesan bening akan menjadikannya segar, laksana gerimis yang turun di padang sahara..

Saudariku..
Daku tahu, kalian adalah orang-orang hebat, calon-calon penerus kemajuan negeri ini. Yang waktunya terlalu berharga untuk disia-siakan. Tapi, di sini daku minta, luangkan waktumu barang 2 atau 3 menit untuk membaca tarian penaku.

Saudariku..
Di sini aku hanya seorang kuli tinta kecil yang tengah mencoba menguraikan keluh kesahku, di sini aku tak lebih dari sebutir debu, aku kecil sangat kecil, ilmuku mungkin tak setinggi engkau, terlebih imanku, sungguh diri ini tak jarang merasai futur. Astaghfirullah.

Saudariku..
Izinkan aku mengungkapkan keluh kesahku, keluh kesah akan saudari-saudariku yang mulai terlena dengan kefanaan dunia. Memang, era kesejagadan seakan menuntut kita ikut serta hanyut di dalamnya. Namun, elokkah kita, jika kita hanya menerimanya tanpa memilahnya dulu?

Beginilah jadinya..
Saudariku, kini aku memang sedang duduk tenang, menarikan penaku di atas lembaran-lembaran putih..

Tapi, tahukah? Bagaimana gejolak hatiku? Aku gelisah. Aku sedih. Bagaimana mungkin aku tenang-tenang sementara kini, di luar sana, saudari-saudariku tengah menjadi tontonan ribuan, jutaan, bahkan milyaran pasang mata. Aku bisa jadi sdikit tenang, di luar sana telah banyak saudariku yg katanya telah menarik kain krudungnya. Namun, kita tahu bukan, hakikat jilbab yang telah Allah firmankan dalam Q. S An- Nur ayat 31?

Saudariku, tariklah kain krudungmu lebih kebawah lagi, akankan gravitasi bumi masih kurang kuat untuk menariknya?
Dan, mahkotamu masih terlalu sayang jika harus ditutupkan dengan kain yang transparan..

Saudariku..
Aku takut, ketika banyak orang yang bilang kita berjilbab, tapi seperti tidak berpakaian.

Saudariku..
Tidakkah lebih nyaman kau tinggal di rumah? Mengapa memilih cafe, pantai, mall sbg tempat yg katanya untuk melepas penat?
Dengan dandanan ala cacing kepanasan, melenggak-lenggok di club-club malam, di tempat-tempat hiburan, dengan make up yang membuat wajahmu semakin hitam karena sudah tidak pernah dibasuh air wudhu.
Itukah yang katanya dapat melepaskan penat. Namun, penat kita di dunia tak seberapa jika dibandingkan dengan penat yang akan kita terima di akhirat kelak.
Saudariku..
Tidakkah kau malu, bergandengan tangan, bermesra, dengan orang yang bukan muhrimu? Tidakkah kau kasihan, dengan seorang yang tengah Allah tuliskan di Lauhul Mahfudznya?
Bagaimana mungkin kau tega mengkhianatinya dengan membiarkan tubuhmu dipermainkan orang lain, sementara ia, di sana menunggumu dng do'a dan kesabaran.

Saudariku..
Andai kita tahu, bagaimana setan-setan menertawakan kebodohan kita, bgaimana setan-setan menina bobokan kita, hingga kita terjerumus ke jurang neraka. Belum sampaikah berita dari langit bahwa sebagian besar penghuni neraka adalah kita? Kaum hawa.
Jikalau tau demikian adanya mungkin atau bahkan pasti, semua kegelisahan yang ku ceritakan di atas tak akan ada lg.
Disadari ataupun tidak, negeri ini kini mulai bersandar di pundak kita, tapi tidakkah kita ingin menjadi pundak yang kokoh agar tetap berdiri tegak menopangnya??
Tengoklah buku kecil yang kini mungkin tengah berdebu di atas almari pakaianmu, atau mungkin kini tengah menjadi mainan tikus-tikus di almarimu.
Bukalah kembali buku yang dahulu menjadi kawan akrabmu. Tak ingatkah saat berlomba-lomba menghatamkannya? Entah itu demi tas atau sepatu baru yang orang tua kita janjikan..

Lihatlah saudara-saudara kita yang tanahnya tiada lagi air untuk berwudhu atau saudara kita di Palestina, bagi mereka tak ada yang lebih indah dari bermesa dengan-Nya.
Seharusnya kita harus bisa lebih dari mereka, jika dini hari kita bisa bangun untuk melihat pertandingan kesebelasan favorit kita, mengapa untuk bermesra dengan-Nya kita susah, ogah, males.

Kita tidak pernah tahu kapan malaikat Izrail menjemput kita, mungkin esok, lusa, tahun depan, atau mungkin setelah membca note ini. Wallahu'alam

You Might Also Like

0 komentar