Just Note

Sejak aku jatuh cinta pada caramu membaca, sejak itu pula aku berjanji untuk tidak berhenti menulis

    • Home

    Dear you, the man who I made my priority

    Jika lakuku selalu membuatmu kesal, maka hari ini aku minta maaf entah untuk kali keberapa. 

    Aku hanya ingin mulai melibatkan banyak orang dalam keseharianku, walau hanya sekadar makan, walau hanya sekadar memutuskan hendak memakai baju apa hari ini. Meski aku tidak masalah makan seoarang diri diantara riuhnya jam makan siang. Meski aku tak pernah ambil pusing hendak memakai baju apa hari ini.

    Aku hanya ingin mulai melibatkan banyak orang dalam keseharianku, walau hanya menceritakan hal yang menurutku orang-orang mengira tak penting. Meski aku bisa menulis lebih banyak. 

    Aku hanya ingin mulai melibatkan orang lain dalam keputusan-keputusanku. Termasuk menjadikanmu prioritas, meski pada kenyataanya egoku masih jauh lebih besar. Meski pada kenyataanya kau tidak merasa aku prioritaskan. Anggap saja aku masih belajar. Anggap saja aku sangat payah dalam hal ini. Sama payahnya menahan rindu saat kau jauh dari sisiku.


    Purwokerto, 31 Mei 2017
    Azifah Najwa

    Selamat ulang tahun ke-24, semoga cukup aku yang mencukupkanmu!
    Continue Reading

    Teruntuk teman-teman satu lingkaran yang tengah memperjuangkan proposal penelitian, penelitian, atau revisian :)


    Dear, you..
    Berlama-lama dengan skripsi sama saja dengan berlama-lama pada hal yang tidak kamu sukai. Ingat itu ya, itu prinsip kita. Dear, kalian hanya perlu meluangkan waktu 3 jam dalam 24 jammu, meluangkan waktu 21 jam dalam 1 minggumu untuk menghasilkan 1 draft skripsi 50 halaman, kalian hanya perlu menyisihkan waktu buka instagram untuk mencari literatur di perpustakaan, kalian hanya perlu menyisihkan waktu kongkow-kongkow untuk memulai menulis latar belakang, tidak berat kan? 

    Dakwah bukan hanya amanah, tapi kebutuhanmu. Membina bukan hanya amanah, tapi kewajibanmu. Dan menyelesaikan tugas akhir bukan hanya amanah, tapi kebutuhanmu juga kewajibanmu pada orang tuamu. Maka, jadikan itu prioritas. Dan jadikan ketiganya seimbang, bukankah Islam mengajarkan tawazun?

    Dear, tugas kita ikhtiar, selebihnya Allah yang punya segala keputusan. Maka, ikhtiar kita selanjutnya adalah dekati Allah. Sang Pemilik segalanya. Teruslah berhusnudzon. Teruslah berdo'a. Teruslam berikhtiar.

    Bisa jadi, Allah tangguhkan tugas akhirmu karena jodohmu tengah menyiapkan maisyahnya.

    Aku memulai lebih dahulu dari kalian, aku pernah mengulang proposal, aku pernah menunggu analisis hingga berbulan-bulan, bahkan mengulang penelitian. "Kok ga pernah ngasih tau kita, Bil?" Aku punya Allah, cukup Allahku yang tahu


    Salam sayang dariku
    tugas akhir hanya sebagian kecil ujian hidup kita, ayo selesaikan! 



    Purwokerto, 23 Mei 2017
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Terkadang mencintai seseorang hanya perlu dengan memastikan
    bahwa orang tersebut selalu berada dalam kebaikan



    “Nay, di kos?,” sebuah pesan singkat masuk ke handphone-ku.
    “Iya, gimana?,” balasaku segera. Takut-takut ada hal mendesak yang harus dikabarkan karena tidak biasanya dia menghubungiku, benar, tidak lama kemudian sebuah telpon masuk.
    “Assalamu’alaykum, Nay. Lagi sibuk?”
    “Wa’alaykumsalam. Engga, Fer, ada apa?,” tanyaku segera.
    “Apa hal terkecil yang akan kamu lakukan untuk orang yang kamu cintai, Nay?”
    “Memastikan bahwa orang tersebut selalu berada dalam kebaikan,” jawab kami bersamaan. “Fer? Are you okay?,” pada titik ini aku tahu, bahwa sahabatku sedang tidak baik-baik saja.
    “Setelah lebaran Ana nikah, Bil.” Kalimat itu jawabannya. Kalimat itu yang membuat Ferdy malam-malam menelponku. Kalimat itu yang membuat suaranya serak, ini kali kedua aku mendengar isak tangisnya.
    Aku mengenal keduanya dengan baik, sangat baik. Lebih lagi Ferdy.
    “Aku tidak ingin menjadi alasan dia tidak menuruti apa kata orang tuanya, Nay,” itu kalimat penutup ceritanya malam ini.
    “Fer, satu hal yang perlu kamu tahu, tidak mudah bagi Ana mengambil keputusan ini.”
    Aku mendengar suara isak di balik handphone. Tidak banyak yang bisa aku lakukan selain membiarkannya. Seperti yang ia lakukan saat dulu aku tak mengenal waktu menelponnya.

    ***

    Hidup ini selalunya tentang ujian kesabaran dan kesyukuran. Iya, tiga kata itu. Bagaimana kita sabar dan tetap bersyukur atas ujian yang dilimpahkan. Ada orang yang tengah berusaha mati-matian untuk melanjutkan sekolah tapi tidak juga di kabulkan. Ada orang yang tengah berikhtiar menjemput jodohnya tapi tidak juga datang. Ada pula yang belum siap, tapi orang yang meminangnya bak sebuah antrian. Itu yang namanya ujian, Nduk, kata murobbiku.


    Purwokerto, 19 Mei 2017
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Ya Allah, buatlah aku rela dengan keputusan-M, hingga aku tidak suka minta dipercepat apa yang kau tunda, dan minta ditunda apa yang kau percepat

    Jika memang "itu" yang terbaik untukku, agamaku, dan akhiratku, maka dekatkanlah, tapi jika memang "itu" tidak baik untukku agamaku dan akhiratku, maka jauhkanlah ya Rabb..


    Do'a yang akhir-akhir ini menghiasi setiap sholatku..



    Purwokerto, 11 Mei 2017
    Azifah Najwa

    Continue Reading

    Aku sedang asyik menyelesaikan tugas akhirku saat handphone-ku berdering. Sebuah panggilan masuk. Melihat nama yang tertera di layar 4 inch itu aku penasaran dan bergegas mengangkatnya.
    “Hallo, Mba?,” kataku mengawali perbincangan kami.
    “Hallo, Nay, Assalamu’alaykum,” balas suara wanita dibalik sana.
    “Wa’alaykumsalam. Ada apa, Mba? Tumben telpon?,” kataku segera, seolah tidak sabaran.
    “Naya sehat? Gimana skripsinya?,”
    “Sehat, Mba, alhamdulillah lancar, masih revisi, do’akan akhir Mei ini semhas, Mba.”
    “Aamiin, insya Allah. Target lulus kapan berarti?”
    “Hmmm, September, Mba,” aku ragu-ragu menjawabnya, bukan tidak yakin September ini aku akan lulus.
    “Naya jadi pulang ke Surabaya pertengahan Mei ini?”
    Ah padahal aku baru saja mengabarkan pada ibu bahwa aku membatalkan jadwal kepulanganku agar bisa menyelesaikan skripsi segera, dan ibu tentu mengizinkan, “Hmmm ndak jadi, Mba, lagi dikejar deadline.”
    “Ohh gitu,” dari nada bicaranya beliau nampaknya kecewa.
    “Mba boleh minta alamat email Naya?”
    “Boleh, Mba, Naya kirim lewat chat ya,” jawabku sambil mengirimkan alamat emailku. Sampai titik ini aku tidak curiga sedikitpun.
    “Nay, sebenernya, Mba pingin ngobrol banyak sama Naya, pingin ketemu langsung biar ga salah persepsi, biar jelas gitu,” Mba Okta memotong pembicaraannya, aku hanya mendengarkan dibalik layar handphone.
    “Ga apa-apa kalau disampaikan lewat telpon saja ya, Nay? Naya lagi di mana?”
    “Iya mba, ga apa-apa, Naya lagi di kos juga kok, Mba.”
    Perasaanku mulai tak karuan pada saat ini.
     “Gini, Nay, akhir bulan lalu, ada seorang ikhwan, insya Allah sholeh, insya Allah ia lebih mencintai Rabbnya dibanding apa pun, insya Allah niatnya mempersuntingmu pun juga murni untuk menyempurnakan separuh din-nya.
    Napasku mulai naik turun, menahan agar tangisku tak lagi pecah seperti pagi itu.
    “Naya mungkin ga kenal, tapi dia sebenarnya sudah mengenal Naya sejak SMA, bukan kenal, tahu lebih tepatnya. Ingat pernah bikin Ramadhan Camp, Nay? Nah, beliau adalah salah satu mahasiswa yang join dengan panitia itu.”
    Aku mengingat-ngingat lagi siapa saja yang waktu itu menjadi paniti Ramadhan Camp. Ah, sial, dalam kondisi seperti ini aku tidak mampu mengingat apa pun, lebih lagi acara itu sudah berlalu enam tahun lalu.
    “Mba dan Mas Aji sudah membaca proposalnya. Dia memang langsung mengutarakan niatnya mempersunting Naya Khalida. Visi, misi, kondisi ekonomi, dan semuanya jelas dituliskan di proposal, Nay, kriteria pendamping yang dia cari juga mirip kepribadianmu, padahal dia mengaku ga kenal kamu sama sekali dan selisih tiga tahun di atasmu, jadi memang ga pernah satu waktu di SMA. Mungkin benar jodohmu, Nay.
    “Nay?”
    “Hah, iya, Mba?” jawabku kaget.
    “Wajar kok kalau kamu kaget, ga nangis kan tapi? Hehehe,” goda Mba Okta.
    Aku hanya menjawab, “Hehe”.
    “Proposalnya, Mba kirim ke kamu ya?”
    “Hah? Jangan, Mba, jangan,” sergaku segera.
    “Kenapa, Nay? Kamu belum siap?”
    “Iya, Mba.”
    “Nay, kita tidak akan pernah siap menikah, bahkan orang-orang yang sudah menikah pun merasa tidak siap saat mereka tengah menjalani pernikahan.”
    “Bagaimana mungkin berangkat dengan tangan kosong, Mba?”
    “Ah, tidak, mengenalmu hampir tujuh tahun, tidak mungkin kamu belum mempersiapkan apa pun untuk hal se sakral itu. Sudah berapa kisah sahabiyah di sirah yang kamu baca? Sudah berapa banyak buku psikologi yang kamu baca? Sudah seberapa jauh kamu berlatih memasak? Merawat diri? Merawat rumah?”
    “Mba....”
    “Naya, kalau kendalamu belum lulus, masih ada tiga bulan untuk mu menyelesaikan semuanya, kalau kendalamu orang tuamu, yang ada pada dirinya insya Allah tak membuat orang tuamu ragu atasnya.”
    Aku tidak menjawab sepatah kata pun. Tangisku pecah. Untuk kedua kalinya. Untuk persoalan yang sama. Dan Mba Okta tahu setiap kali hatiku tidak baik-baik saja.
    “Naya pikir-pikir dulu, Mba.”
    “Harus, konsultasikan ke murobbimu, dan jangan lupa konsultasikan ke Rabbmu ya, Nduk.”
    “Iya, Mba. Proposalnya jangan dikirim dulu tapi ya.”
    “Hahaha, iya, nanti kabari ya kalau udah ada jawabannya, libatkan Allah ya, ndak baik nolak laki-laki yang baik agamanya, takut fitnah. Dokter loh dia.”
    Ndak baik nolak laki-laki yang baik agamanya, takut fitnah. Kata-kata itu menutup perbincanganku sore ini. Aku menelungkupkan wajah ke bantal, membenamkan tangisku ke dalamnya. Apa aku belum lulus dengan ujian sebelumnya? Apa ini ujian yang lain? Pertanyaan itu kubiarkan menggantung di langit-langit kamar.

    Continue Reading


    Ketika 24 jam sehari terasa kurang. Ketika jam tidurmu hanya 4 jam. Ketika waktu makanmu tidak lagi menjadi perhatian. Jangan menunda pekerjaan dan jangan menyusahkan orang lain. Sebagian besar orang hanya ingin tahu masalahmu, bukan untuk peduli. 

    Entah sejak kapan aku sudah berjanji pada diriku sendiri, jika memang masih bisa aku kerjakan sendiri, aku kerjakan sendiri, jika bukan aku benar-benar butuh, aku tidak akan minta tolong. Dan malam ini untuk kesekian kali aku belajar lagi. Semoga menjadi pelajaran untukmu, Bil, untuk tidak menggantungkan apa pun pada siapa pun.
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me


    Azifah Najwa. Penulis. Peneliti. N’s. Food scientist. an ISTP.

    Blog Archive

    • ►  2021 (10)
      • ►  November (1)
      • ►  Maret (2)
      • ►  Februari (5)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2020 (3)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Februari (1)
      • ►  Januari (1)
    • ►  2019 (11)
      • ►  November (2)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  Mei (1)
      • ►  April (2)
      • ►  Januari (5)
    • ►  2018 (109)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (1)
      • ►  Agustus (2)
      • ►  Juni (1)
      • ►  April (13)
      • ►  Maret (31)
      • ►  Februari (28)
      • ►  Januari (32)
    • ▼  2017 (115)
      • ►  Desember (13)
      • ►  November (11)
      • ►  Oktober (14)
      • ►  September (21)
      • ►  Agustus (14)
      • ►  Juli (2)
      • ►  Juni (5)
      • ▼  Mei (6)
        • Priority
        • Dear, you
        • 10.31 p.m
        • 4.47 p.m
        • 05.08 p.m
        • 08.13 p.m
      • ►  April (4)
      • ►  Maret (9)
      • ►  Februari (9)
      • ►  Januari (7)
    • ►  2016 (161)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (6)
      • ►  Oktober (12)
      • ►  September (25)
      • ►  Agustus (20)
      • ►  Juli (19)
      • ►  Juni (16)
      • ►  Mei (18)
      • ►  April (10)
      • ►  Maret (10)
      • ►  Februari (13)
      • ►  Januari (6)
    • ►  2015 (309)
      • ►  Desember (10)
      • ►  November (20)
      • ►  Oktober (27)
      • ►  September (24)
      • ►  Agustus (25)
      • ►  Juli (70)
      • ►  Juni (47)
      • ►  Mei (20)
      • ►  April (29)
      • ►  Maret (18)
      • ►  Februari (10)
      • ►  Januari (9)
    • ►  2014 (41)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (9)
      • ►  Oktober (10)
      • ►  September (15)
      • ►  Februari (1)
    • ►  2013 (2)
      • ►  Agustus (2)
    • ►  2012 (16)
      • ►  November (1)
      • ►  Oktober (3)
      • ►  Juli (1)
      • ►  Juni (3)
      • ►  April (3)
      • ►  Februari (3)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2011 (11)
      • ►  Desember (5)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (5)

    Total Tayangan Halaman

    Most View

    • SMANSA dan Sebuah Warisan
      SMANSA adalah satu dari 2 sekolah di mana saat aku diterima di dalamnya aku menangis. Iya, aku menangis, tentu bukan karena diterima di...
    • Jurnal 365
      Seperti gambar, tulisan adalah kapsul waktu, yang dapat membawa kita kembali mengenang. Mulai dari yang sangat ingin dikenang, hingga yan...
    • Drama
      Aku mengembangkan senyum terbaikku. Mencoba menikmati setiap waktu yang berjalan kala itu. Mencoba berdamai dengan kenyataan yang tidak s...
    • Berunding dengan Waktu
      Ketika waktu mempermainkan rindu, bersabarlah jangan menyerah. Bukankah hubungan jarak jauh memang seperti itu? Tidak ada lagi malam-ma...
    • Berjalan
        Kapan pun perjalanan membuatmu ragu, berhentilah sejenak, menepilah saja. Karena tak ada yang salah dengan memulai lagi segalanya. Mungkin...

    categories

    Catatan Cerita Dandelion Edelweis Food Scientist Idealisme KAMMI Keluarga Raudhatul Jannah Rentang Tunggu Rohis

    Followers

    facebook Google + instagram Twitter

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top