10.31 p.m
10:31 PM
Terkadang mencintai seseorang hanya perlu dengan memastikan
bahwa orang tersebut selalu berada dalam kebaikan
“Nay, di kos?,” sebuah pesan
singkat masuk ke handphone-ku.
“Iya, gimana?,” balasaku segera.
Takut-takut ada hal mendesak yang harus dikabarkan karena tidak biasanya dia
menghubungiku, benar, tidak lama kemudian sebuah telpon masuk.
“Assalamu’alaykum, Nay. Lagi
sibuk?”
“Wa’alaykumsalam. Engga, Fer, ada
apa?,” tanyaku segera.
“Apa hal terkecil yang akan kamu
lakukan untuk orang yang kamu cintai, Nay?”
“Memastikan bahwa orang tersebut selalu berada dalam kebaikan,”
jawab kami bersamaan. “Fer? Are you
okay?,” pada titik ini aku tahu, bahwa sahabatku sedang tidak baik-baik
saja.
“Setelah lebaran Ana nikah, Bil.”
Kalimat itu jawabannya. Kalimat itu yang membuat Ferdy malam-malam menelponku.
Kalimat itu yang membuat suaranya serak, ini kali kedua aku mendengar isak
tangisnya.
Aku mengenal keduanya dengan baik,
sangat baik. Lebih lagi Ferdy.
“Aku tidak ingin menjadi alasan
dia tidak menuruti apa kata orang tuanya, Nay,” itu kalimat penutup ceritanya
malam ini.
“Fer, satu hal yang perlu kamu
tahu, tidak mudah bagi Ana mengambil keputusan ini.”
Aku mendengar suara isak di balik handphone. Tidak banyak yang bisa aku
lakukan selain membiarkannya. Seperti yang ia lakukan saat dulu aku tak
mengenal waktu menelponnya.
***
Hidup ini selalunya
tentang ujian kesabaran dan kesyukuran. Iya, tiga kata itu.
Bagaimana kita sabar dan tetap bersyukur atas ujian yang dilimpahkan. Ada orang
yang tengah berusaha mati-matian untuk melanjutkan sekolah tapi tidak juga di
kabulkan. Ada orang yang tengah berikhtiar menjemput jodohnya tapi tidak juga
datang. Ada pula yang belum siap, tapi orang yang meminangnya bak sebuah
antrian. Itu yang namanya ujian, Nduk,
kata murobbiku.
Purwokerto, 19 Mei 2017
Azifah Najwa
0 komentar