Just Note

Sejak aku jatuh cinta pada caramu membaca, sejak itu pula aku berjanji untuk tidak berhenti menulis

    • Home


     Karya: Nabila Faradina Iskandar

    Cinta berjalan dihadapan kita dengan mengenakkan gaun kelembutan. Tetapi sebagian kita lari darinya dalam ketakuta, atau bersembunyi dalam kegelapan. Dan sebagian lain mengikutinya untuk melakukan kejahatan atas nama cinta (Khalil Ghibran).
    Tampaknya diri itu tengah berpatri dengan sebuah kata. Sebuah kata kerja yang akhir-akhir ini begitu sering menghiasi hatinya; cinta. Dan agaknya cinta merupakan kata dominan dalam setiap jiwa, yang karenanya pula keakraban menjadi mudah tercipta. Tapi, dengan titik tekan bahwa cinta adalah fitrah dan alangkah indah jika dia dan kita sukses menjadi tuannya cinta. Tuan yang dengan gagah mampu mengendalikannya dan mengarahkannya sehingga tak menjadi ekspresi syahwati[1] sebelum Sang Maha Cinta menghalalkannya.
                Satu hal lagi, intensitas yang ditawarkan kepada setiap individu pun  berbeda, yang imbasnya bagaimana ia menjadi tuan cinta itu sendiri. Dan cinta datang kepada siapa saja dan di mana saja. Tidak memandang status, derajat, usia, pekerjaan, pelajar biasa, pelajar luar biasa, atau bahkan aktivis organisasi sekalipun.
                Ya, aktivis organisasi. Mereka yang berdiri dibalik suksesnya acara-acara di sekolah, yang waktunya bisa dikatakan habis untuk urusan organisasi, organisasi, dan sekolah. Senin untuk rapat OSIS, Selasa KIR, Rabu Pramuka,dan lain sebagainya. Dengan bahasa yang sedikit kasar, hidupnya hanya di sekolah. Tiara Najwa Salsabila contohnya, bagi kalian yang sekolah di SMA Insan Cendikia, nama itu pasti tak asing lagi, baik untuk kalian yang akrab dengan dunia organisasi ataupun tidak. Bendahara umum OSIS, dewan Pramuka, dan pelbagai jabatan elite di sekolahnya ia jabati.
                Kembali lagi ke topik utama, mengenal “kata kerja itu” bukan hal yang sulit bagi aktivis seperti Tiara, bahkan ia yang mencari dan memperdalam maknanya. Ia sangat takut jika cintanya tak tertempatkan di tempat yang semestinya. Karena ia tahu, ketika jiwa takluk pada cinta, maka semua tubuh akan bersenandung, berdansa bersama dawai yang sebenarnya kian payah mengeluarkan nada melankolik. Gunung tiba-tiba akan terasa mudah didaki. Bahkan,  jiwa yang perkasa pun akan merasa payah jika harus berhadapan dengan jiwa yang telah takluk pada cinta dan akhir dari cinta yang tak pada tempatnya tak ubahnya seperti kata babi gendut di film Kera Sakti, Ti Pat Kai, dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir.
    ***
                Pagi ini mentari dengan gagahnya kembali bersinar, membawa serta harapan-harapan baru di setiap sorot cahaya yang mampu dipelangikan embun untuk para penghuni bumi.
    Seperti biasa, pagi ini bersama sepeda yang telah dua tahun menemaninya menuntut ilmu ia kembali memulai pengembaraannya. Mengajak roda-rodanya berputar sambil bersenandung ria katanya agar rodanya tak sakit saat harus menghantam kerikil tajam, lalu membawanya menerobos bilik rerimbunan bambu, dan sebentar-sebentar ia menyeka keringat yang mulai menganak sungai di keningnya. Ketika semakin dekat dengan kota, ia kayuh lebih kencang lagi, mengalahkan gerum desau roda-roda kehidupan yang lain. Ia tak ingin ada yang menandinginya. Ketika yang lain ingin menjadi yang terdepan, ia harus bisa menjadi yang lebih terdepan, itu motto hidupnya.
    Jam yang sama, waktu yang sama, dan senyum yang sama dari pak satpam.
    “Langsung parkirkan di belakang ya, Mbak.”
    “Siap, Pak,” jawabnya singkat, tentu sambil memberikan seulas senyum. Lalu mengantarkan sepedanya ke kandang, jam yang sama, tempat yang sama, namun ada yang berbeda. Tahukah kalian apa yang membuatnya berbeda? Keberadaan makhluk Tuhan yang akhir-akhir ini membuat “kata kerja itu” sering sekali mampir di beranda hatinya. Makhluk yang entah bagaimana asalnya  membuat “kata kerja itu” berani mengusik hatinya. Tampan? Bagi Tiara tampan atau ganteng tak ayal seperti seonggok daging yang Tuhan tata rapi lalu diberi-Nya nyawa, ini lebih dari pengertian tampan, ganteng, cool, tapi ini lebih kepada kata bersahaja dan bijaksana, lebih kepada kata mampu dijadikan imam, lebih kepada kata makhuk-Nya itu paham agama.  
    “Eh, Tiara, baru berangkat, Ra?”
    Jantungnya berdegup begitu kencang, hatinya sebal, bagaimana mungkin makhluk-Nya itu berani bertanya demikian disaat dirinya tengah kepayahan mengatur irama detak jantungnya yang semakin tak karuan!
    “Eh, iya nih.” Sebagai orang yang sedang merasakan cinta, Tiara mungkin akan melakukan hal yang ia rasa akan membuatnya terbebas dari kesimpulan sementara oleh orang yang melihatnya bahwa ia sedang jatuh cinta, kali ini tali sepatunya yang menjadi korban.
    “Ya udah, aku ke kelas duluan ya.”
    “Eh, iya, Fan.”
    Nama makhluk yang akhir-akhir ini berani menyuruh “kata kerja itu” sering sekali mampir di beranda hatinya adalah Affan. Zaid Affan Ubaidillah, makhluk sejenis dengan Tiara, aktivis organisasi sekaligus ketua kelasnya. Ya, Tiara sekelas dengan makhluk-Nya itu, hal itu pulalah yang membuat Tiara harus memutar otak ketika di kelas harus bertemu dengannya, memilih tempat duduk yang jauh dari guru dan papan tulis, karena di sanalah Affan biasa duduk, walau sebenarnya baik Affan atau Tiara sama-sama lebih sering meninggalkan kelas. Atau memilih menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan atau mushola dan berbagai pilihan-pilihan lain yang memaksanya melakukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan, seperti tadi pagi, di mana Tiara menali tali sepatu yang sudah tertali rapi . Mungkin, bagi kalian yang tidak tahu gejolak di hatinya, kalian akan berpikiran mengapa orang secerdas Tiara melakukan hal sebodoh itu? Cinta memang terkadang membuat “gila”,  tentulah kalian tahu kisah Romeo dan Juliet atau Laela-Majnun, mereka semua “gila” karena cinta bukan?
    Lalu bagaimana jika dia dan makhluk-Nya harus bekerja dalam satu tim yang didalamnya hanya ada mereka berdua? Untuk hal ini mungkin Tiara akan merasa bahagia atau protes kepada bu guru karena telah membuatnya sekelompak dengan makhluk-Nya itu lalu meminta bu guru untuk mengganti struktur kelompoknya. Tapi, semua itu tak ia lakukan.
    Jika kalian berada di posisi Tiara apa yang hendak kalian lakukan? Memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk PDKT (pendekatan.red) bahasa sederhananya, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan atau kalian akan sepikiran dan melakukan hal yang sama dengan yang Tiara lakukan? Tahukah, menegurnya untuk bertanya apa-apa saja yang harus ia persiapkan saja ia tak berani, ia lebih memilih kehilangan rupiah untuk mengirimkan pesan singkat kepada makhluk-Nya itu daripada menahan gejolak seperti di parkiran tadi. Dan tahukah kalian? Bagi Tiara, menunggu balasan pesan singkat darinya ternyata lebih bergejolak dari peristiwa di parkiran tadi.


    From: 0852********
    Ini Affan, Ra, maaf baru sempet bales. Biasa pulsa habis.he
    Km bawa bahannya aja, nanti alat-alatnya aq yg nyiapin. Tp kl ada bahan yg km ga ada, nanti aq yg bawa.
    :)
    Eh, ini no.nya bapakku. Terserah mau disave atau dihapus.
     





    ***
    Seiring berjalannya waktu mereka mulai berani besua, untuk sekedar bertegur sapa, atau bertanya kabar, walaupun hanya lewat pesan singkat atau beranda maya. Dan “kata kerja itu” masih saja ada di hatinya, entah sampai kapan ia belum berani memustuskan. Menyimpannya rapi dalam bilik yang hanya dia dan Sang Maha Cinta saja yang mempunyai kuncinya.
    Dan yang jelas dia tidak tahu, entah tidak ingin atau belum ingin tahu tentang keberadaan “kata kerja itu” pula di hati makhluk-Nya itu. Tiara sedang belajar, belajar menjadi tuannya cinta yang mampu mengarahkan sebelum Sang Maha Cinta menghalalkannya. Bagi Tiara, jarak hanyalah perbedaan koordinat ruang dan waktu dan cukuplah ia dengan menunggu, menunggu keputusan Sang Maha Cinta. Dan untuk sekarang biarlah ia belajar menjadi tuannya cinta.
               


    [1] Syahwat: nafsu
    Continue Reading
    Katamu berbeda 
    Kataku juga beda 

    Sketsa yang kau lukiskan kaku 
    Setiap titik yang hendak kau torehkan harus kau hitung letak dan ukurannya 

    Nampak tiada ada nilai rasa 
    Semua serba logika 

    Hidup kita memang erat dengan sketsa 
    Namun, sketsa dari jendela yang berbeda 
    Kau dengan mekanika 
    Aku dengan sastra 

    Lalu, bagaimana? 
    Entahlah
    Kita juga sudah lama tak bersua
    Continue Reading
    Sastra memang telah membuatku jatuh cinta, merengkuh waktu dan nafasku, dan tak mungkin jika dipikirku tak terisi olehnya. Namun, demikianlah sastra, intensitas untuk setiap pribadi memanglah berbeda, menjadi pembaca dengan banyak penulis biasa, tapi menjadi penulis dengan pembaca yang banyak itu luar biasa. Aku paham, sastra masih "menunggu" cinta...
    Continue Reading
    oleh
    Nabila Faradina Iskandar
    Juara 2 Lomba Menulis Cerkak Se Provinsi Jawa Tengah
    2012


    Tak ada yang lebih indah dari waktu pagi, di mana aku bisa merasakan betapa Rabbku teramat menyayangiku, lihatlah Ia masih memberiku kesempatan untuk tetap bisa merasakan pagi. Ada satu hal lagi yang aku suka dari pagi, mentari. Temanku selalu mengatakan, selama mentari masih bersinar, berarti harapan itu masih ada, harapan untuk hidup lebih baik dan yang jelas harapan untuk bisa menikmati nikmatnya belajar.
    ***
                Aku tidak tahu menahu mengenai latar belakang keluarganya, yang aku tahu dia satu-satunya orang yang paling berkecukupan diantara kami bertiga. Aku, dia, dan Rizqi. Rizqi, adalah seorang ahli ibadah, tilawahnya tak kurang dari tiga juz perhari, puasa dan sholat sunnahnya tak pernah ia lalaikan dan Farhan, dia sangat berbeda dari kami bertiga, dia selalu menentang dunia dalam setiap langkahnya.
                Ketahuilah, sekarang statusku, Rizqi, dan dia adalah mahasisiwa. Kami belajar disebuah universitas di mana semua yang ada didalamnya adalah program komputer, mungkin hanya dia yang masih bisa dikatakan manusia. Dan yang jelas dia sangat tergila-gila dengan kata “belajar”.
         Senin,14 September 1999, kelas; Dasar Dasar Pemrogaman
                Hari ini kami belajar tentang apa itu pemrograman. Semua seksama memperhatikan penjelasan dosen, terlebih Rian. Dialah satu-satunya program komputer yang paling sering di-update, komputer berjalan.
                “Ada yang bersedia menjelaskan apa itu program!”. Semua mengacungkan tangan dan hanya dia yang tidak.
                “Hei, Kau,” seru dosen sambil mengacungkan jarinya ke orang yang duduk tepat dibelakangku, Farhan.
                Semua tertegun. “Saya?,” ucapnya datar.
                “Mengapa Anda senyum-senyum?”
                “Mmm, begini, Pak, sejak kecil saya sangat bermimpi bisa belajar di universitas dan sekarang saat saya duduk di sini, ini sungguh mengagumkan”.
                “Tak perlu heran. Jelaskan yang dimaksud program!.”
                “Mmm, program merupakan perangkat pada komputer dan merupakan inti dari fungsi komputer itu sendiri”.
                “Bisa lebih Kau rincikan?”
                “Saat kita ingin mengubah foto ada program yang akan mengeditnya. Ketika kita akan mendesain  rumah ada program yang akan mendesainnya. Saat kita…”.
                “Saat kita lapar ada program yang akan membuatkannya!.”
                “Mmm…”
                “Bolehkah saya menjelaskannya, Pak? Program adalah serangkain instruksi yang ditulis untuk melakukan fungsi spesifik pada komputer, %*^%!/?#^$^*&%.”
                “You’re right”. Mata kuliah ini milik manusia setengah komputer itu.
                “Terima kasih, Pak”.
                “Tadi Saya juga sudah menjelaskannya, Pak. Hanya dalam bahasa yang lebih sederhana.”
                “Jika Anda lebih menyukai bahasa yang sederhana, bukan di sini tempat Anda!”
                “Tapi, jika…”
                “Dengan bahasa yang sederhana, SILAKAN KELUAR!”
                Ya, dosen lebih sering menyuruh Farhan keluar kelas. Jika dia di usir dari sebuah kelas, dia akan pergi ke kelas lain. Farhan selalu bilang, belajar bisa di manapun. Selagi bisa raihlah.
                Bagiku dan Rizqi, enam bulan belajar menjadi manusia komputer sangat-sangatlah sulit. Terlebih bagi Farhan yang lebih sering keluar kelas. Tapi sangat tidak terasa sulit bagi manusia setengah komputer seperti Rian dan dari Rian aku paham satu hal, ada dua cara menjadi juara dalam ujian, menaikkan nilai sendiri atau menurunkan nilai teman. Malam sebelum ujian Rian membuat soal ujian palsu yang disebarkan melalui sms, alhasil hanya materi yang sesuai dengan soal ujian palsu itu yang teman-teman pelajari. Dunia ini kejam bukan?
                Mengunggu adalah saatnya memohon doa. Selama menunggu hasil ujian, terlebih Rizqi. Mungkin, lebih dari 86.400 kali Allah disebutkan. Dan akhirnya hasil ujian diumumkan.
    “Malang, aku sebelum terakhir.”
    “Aku?”
    “Kau paling bawah, Feb.”
    “Farhan?”
    “Namanya tidak ada!”
    Aku sedih. Bukan karena aku yang terakhir, tapi karena temanku tidak lulus.
    “Mengapa manusia setengah komputer itu marah-marah?”
    “Rian peringkat dua”.
    “Konyol. Lalu, siapa yang pertama?”
    “Farhan”.
    Dan hari ini aku memahami lagi salah satu tingkah manusia, kita akan sedih jika  teman kita gagal tapi kita akan lebih sedih ketika teman kita berhasil. Tapi ada yang lebih sedih daripada kami, Rian.
     “Kau aneh Febri, kau mencintai sastra tapi kau menikahi komputer, hanya karena kau tak berani mengatakan kepada ayahmu yang lebih mirip Hitler itu. Dan kau lebih aneh lagi Rizqi, kau hidup tapi hidupmu hanya dipenuhi ketakutan, ingat ketakutan tak akan memperbesar masalah, hanya dirimu yang mengerdil. Allah tak akan marah jika kau belajar sebelum ujian, hanya berdo’a tapi tanpa disertai ikhtiar”.
    “Tapi, kau lebih aneh lagi Farhan”.
    “Kau mencintai pemrogaman tapi kau tak pernah menciptakan program! Haha, kau lebih buruk dari kami Farhan.”
                Entahlah aku tak terlalu memperhatikan apa yang baru saja aku katakan, tapi seketika itul aku melihat Farhan bukanlah seorang Farhan. Sempat ada rasa bersalah karena telah mengatakan hal itu padanya.
                Kini ujian akhir tiba, manusia setengah komputer itu kian menjadi dalam mengacaukan konsentrasi kami.
                Hasil ujian diumumkan, Farhan selalu menjadi yang pertama dan selalu, selama delapan kali pengumumn ujian, Rian selalu menjadi yang paling sedih diantara kami. Dan saat itulah, terakhir kali kami melihat Farhan.
    ***
                Hingga 24 jam lalu aku masih menjadi warga negara yang baik, tapi karena Farhan aku hampir saja membuat geger seluruh dunia. Aku hampir menembak kepala seorang pengusaha komputer terbesar di Indonesia. Tapi justru karena itulah kami tahu siapa Farhan sebenarnya.
                “Dia adalah anak tukang kebun keluarga kami. Namanya Farhan Thani, sama denganku hanya berbeda nama belakang. Semenjak ayah dan ibunya meninggal ayahku membawanya kemari. Dia melakukan hampir seluruh pekerjaan rumah, setiap hari. Dia sangat meyukai belajar, dia selalu mengenakan seragamku untuk pergi ke sekolah. Dia akan masuk dan belajar di kelas manapun yang ia sukai. Ayah merasa sangat iba dan ayah pun berinisiatif untuk menyekolahkannya. Siang setelah kelulusan itu ia pulang dan memberikan ijazah ini kepada ayahku, dia mengatakan dia tak menginginkan ijazah ini. Dia tahu ayah sedang membutuhkan ijazahnya, kalian tentu tahu, aku tak sepintar dia, tapi ayah hanya ingin setelah kematiannya perusahaan yang ayah rintis bersama temannya bisa menjadi milikku, akan tetapi aku tak punya bukti bahwa aku mampu akan hal itu.”
                “Pergilah ke tempat di balik bukit sana, kalian akan menemukan tempat di mana Artav tinggal.”
                “Artav??”
    ***
                “Farhan!!”
                “Hei Febri, apa aku sekarang sudah bisa sama dengan kalian? Kau dengan karya-karya best seller-mu dan kau Rizqi pegawai dengan segudang prestasi”.
                Artav, perusahaan programmer terbesar di Indonesia dengan 300 hak paten adalah milik Farhan. Seorang programmer yang pernah aku pertanyakan statusnya.
                Bapak Socrates berpesan, jika kamu menginginkan ilmu dan kebijaksanaan sebesar kamu menginginkan udara, kamu tidak harus meminta seseorang memberikannya padamu, ilmu seperti udara, kau bisa mendapatkannya di manapun dan kapanpun.


    Continue Reading

    Berlarilah menapaki pematang pematang itu 
    Aku cukup di sini 
    Terlalu sulit bagiku menghitung rinai rindu yang tak pernah dirindu 

    Teruslah mendaki puncak pelangi yang kau lukiskan laksana mimpi 
    Aku cukup di sini 
    Ketika mentari kembali 
    Biarkan aku bermain dengan gradasi 
    Kau tahu aku sangat menyukai gradasi 

    Terus dan lanjutlah 
    Selalu ada ribuan mata yang melihatmu tertawa dalam suka 
    Masih ada ribuan bulir embun yang menemanimu 
    Aku cukup di sini 
    Bermain dengan resonansi resonansi rindu ini 







    Tak ada yang salah bukan jika aku merasa rindu?
    Continue Reading
    "There are all kinds of writers, there are all kinds of readers"


    Menjadilah penulis yang memiliki pembaca, karena setiap penulis ada pembacanya sediri-sendiri. Walau begitu, jadila penulis yang memiliki banyak pembaca yang masing-masing.




    #Happy writing forever :D
    Continue Reading
    "Mencinta yang tercinta adalah sebagian dari mencinta dari yang tercinta"



    <3 Allah <3 Keluarga
    Continue Reading
    ..... harusnya bisa lebih
    Mengambil pena yang lebih baru
    Lebih pekat
    Lebih tajam
    Lebih hitam hasil goresannya


    Harusnya mampu lebih
    Menarikkan penamu
    Bukankah dengan begitu kau bisa menjadi dirimu??




    #Astaghirullaah ya Allah...
    Continue Reading
    Cemburu 

    Ya.. 
    Melihatmu begitu mahir memainkannya.. 
    Tak ada celah untuk menggulirkannya.. 
    Satu babak ke babak lanjutnya.. 

    Berharap kristal murahan itu ke tanganku.. 
    Hingga mendo'a yang tak seharusnya.. 

    Dan akhirnya.. 
    Enyalah.. 

    Namun.. 
    Aku memainkannya tanpa mekanika.. 
    Tiada rasa, manis tidak, pahit pun tidak 
    asam dan hambar pun tiada berasa.. 

    Ah, tak macam ini seharusnya 
    Tapi, beginilah 
    Permainan milik anak desa.. 



    #Beradu kelereng, 22 Maret 2012 
    Continue Reading
    Rumah, sejak digencarkannya Bela Cup oleh bapak, banyak warga yang antusias mengikuti perkembangan berita perebutan piala terheboh diantero rumah ini. Sekedar untuk menonton atau mengganggu. 

    Pertandingan yg di mulai sejak hari Kamis, 12 April 2012 itu agaknya mendapat antusiasme yang wah oleh lebih dari 50 warga rumah, kebanyakan yang hadir adalah warga semut dari kota semut, disusul warga nyamuk, cicak, kecoa, dan kucing. Mereka yang hadir dng pembawa banner msng2 idola. 

    Pertandingan semakin memanas ketika bapak membawa ubi goreng panas, pelemparan bola bekel yang terlalu tinggi, yang tidak sebanding dng tinggi badannya oleh Bela menyebabkan bola masuk ke dalam vase bunga. Dan akhirnya pertandingan sengit antara Ulfi dan Bela dengan wasit Ibu dimenangkan oleh ibu dengan skor U. 

    Setelah pertandingan tersebut, Jum'at, 13 April 2012 pertandingan kembali di mulai. Pertandingan tanpa wasit antara Bela dan mbak Na harus diakhiri dengan kekecewaan karena mati listrik. 

    Untuk menghindari baku hantam antara warga semut dan cicak, akhirnya pertandingan dilanjutkan pada sore tadi sekitar pukul 18.30. Pertandingan bertahap antara Bela, mba Ufi, dan mba Na yang diprediksi selesai pd pukul 19.00 gagal terealisasi, dikarenakan saat pertandingan hendak dimulai, ibu dan bapak yg hendak pergi berhasil mengajak ikut serta Bela, dan setelah berhasil ditelusuri, ternyata Bela berhasil diming-imingi es krim oleh ibu. 

    Pertandingan untuk merebutkan "menyubit pipi Bela" ini menjadi salah satu ajang yang sangat ramai diperbincangkan oleh warga rumah dan sekitarnya. Setelah sebelumnya ajang lompat tali bela cup berhasil dimenangkan oleh budhe. 

    Tunggu kelanjutan kabar beritanya, Nabila melaporkan. :D
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me


    Azifah Najwa. Penulis. Peneliti. N’s. Food scientist. an ISTP.

    Blog Archive

    • ►  2021 (10)
      • ►  November (1)
      • ►  Maret (2)
      • ►  Februari (5)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2020 (3)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Februari (1)
      • ►  Januari (1)
    • ►  2019 (11)
      • ►  November (2)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  Mei (1)
      • ►  April (2)
      • ►  Januari (5)
    • ►  2018 (109)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (1)
      • ►  Agustus (2)
      • ►  Juni (1)
      • ►  April (13)
      • ►  Maret (31)
      • ►  Februari (28)
      • ►  Januari (32)
    • ►  2017 (115)
      • ►  Desember (13)
      • ►  November (11)
      • ►  Oktober (14)
      • ►  September (21)
      • ►  Agustus (14)
      • ►  Juli (2)
      • ►  Juni (5)
      • ►  Mei (6)
      • ►  April (4)
      • ►  Maret (9)
      • ►  Februari (9)
      • ►  Januari (7)
    • ►  2016 (161)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (6)
      • ►  Oktober (12)
      • ►  September (25)
      • ►  Agustus (20)
      • ►  Juli (19)
      • ►  Juni (16)
      • ►  Mei (18)
      • ►  April (10)
      • ►  Maret (10)
      • ►  Februari (13)
      • ►  Januari (6)
    • ►  2015 (309)
      • ►  Desember (10)
      • ►  November (20)
      • ►  Oktober (27)
      • ►  September (24)
      • ►  Agustus (25)
      • ►  Juli (70)
      • ►  Juni (47)
      • ►  Mei (20)
      • ►  April (29)
      • ►  Maret (18)
      • ►  Februari (10)
      • ►  Januari (9)
    • ►  2014 (41)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (9)
      • ►  Oktober (10)
      • ►  September (15)
      • ►  Februari (1)
    • ►  2013 (2)
      • ►  Agustus (2)
    • ▼  2012 (16)
      • ▼  November (1)
        • Koordinat Rindu
      • ►  Oktober (3)
        • Sketsa
        • Sastra san Cinta
        • Ilmu = Udara
      • ►  Juli (1)
        • Resonansi Rindu
      • ►  Juni (3)
        • About Writer
        • Cinta
        • Menyesal
      • ►  April (3)
        • Milik Anak Desa
        • Olimpiade Bekel; Bela Cup
      • ►  Februari (3)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2011 (11)
      • ►  Desember (5)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (5)

    Total Tayangan Halaman

    Most View

    • SMANSA dan Sebuah Warisan
      SMANSA adalah satu dari 2 sekolah di mana saat aku diterima di dalamnya aku menangis. Iya, aku menangis, tentu bukan karena diterima di...
    • Jurnal 365
      Seperti gambar, tulisan adalah kapsul waktu, yang dapat membawa kita kembali mengenang. Mulai dari yang sangat ingin dikenang, hingga yan...
    • Drama
      Aku mengembangkan senyum terbaikku. Mencoba menikmati setiap waktu yang berjalan kala itu. Mencoba berdamai dengan kenyataan yang tidak s...
    • Berunding dengan Waktu
      Ketika waktu mempermainkan rindu, bersabarlah jangan menyerah. Bukankah hubungan jarak jauh memang seperti itu? Tidak ada lagi malam-ma...
    • Berjalan
        Kapan pun perjalanan membuatmu ragu, berhentilah sejenak, menepilah saja. Karena tak ada yang salah dengan memulai lagi segalanya. Mungkin...

    categories

    Catatan Cerita Dandelion Edelweis Food Scientist Idealisme KAMMI Keluarga Raudhatul Jannah Rentang Tunggu Rohis

    Followers

    facebook Google + instagram Twitter

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top