Just Note

Sejak aku jatuh cinta pada caramu membaca, sejak itu pula aku berjanji untuk tidak berhenti menulis

    • Home
    Bagaimana jika aku tak sebaik yang kau duga? Adakah alasan yang bisa membuatmu bertahan? Memilih mundur adalah hakmu, peduli apa?


    Rentang Tunggu, 11 November 2014 | Azifah Najwa
    Continue Reading
    Seperti samudra yang senantiasa biru. Aku ingin terlihat biru menyejukkan. Dengan semangat yang berdebur keras, ceria dalam tenang dan sejuknya, dan menangis tanpa harus terlihat menitihkan air mata.


    Bagaimana jika sekarang kita menjalani hidup dengan kepercayaan yang tak lagi utuh?



    Rentang Tunggu, 12 November 2014 | Azifah Najwa
    Continue Reading
    Bukan bersandar pada kesepakatan terhadap persamaan-persamaan tetapi kebijaksanaan untuk menerima dan memahami masa lalu serta perbedaan. 



    Rentang Tunggu, 12 November 2014 | Azifah Najwa


    Continue Reading

    Jika cinta bisa membuat seorang perempuan setia pada satu laki-laki, mengapa cinta tidak bisa membuat laki-laki bertahan dengan satu perempuan?



    Rentang Tunggu, 11 November 2014 | Azifah Najwa
    Continue Reading
    -Masih ditemani tumpukan jurnal yang tebalnya bisa untuk ganjal pintu kamar, fyuuuh~
    Ngerjain proyek Ag Summit

    Aaaa, benar-benar menyenangkan mengonstruksikan momentum keberhasilan. Menghimpun kata demi kata untuk sebuah esai tentang master plan di dunia pangan rasanya seperti menyusun dunia sendiri. Aku bisa dengan bebas meletakkan di mana lautan, aku bisa dengan bebas menghentikan dan menurunkan hujan, it's my amazing world, and you must be the part of it :D

    Ingin menciptakan eintein yang ahli dalam bidang pangan :D


    Food scientist ^^

    Ag Summit Project, 11 November 2014 | Azifah Najwa
    Continue Reading
    oleh:
    Nabila Faradina Iskandar
    Staf Kementerian Kajian Startegis BEM Kema Faperta
    Universitas Jenderal Soedirman

    Para pemikir negeri yang saya hormati, euphoria perjuangan senantiasa terasa di setiap perayaan hari pahlawan. Sejarah pernah mencatat bahwa 69 tahun silam, bumi Surabaya menjadi saksi penolakan mentah-mentah ultimatum yang digulirkan pasukan NICA oleh masyarakat Indonesia. Pada saat itu, semua lapisan masyarakat seakan memiliki Indonesia. Betapa beraninya kita sebagai negara yang baru berumur 85 hari pada masa itu. Seyogyanya, di usianya yang ke 69, separuh abad lebih adalah waktu yang lebih dari cukup untuk mencetak generasi dengan kapasitas sama dengan generasi 69 tahun silam.

    Indikasinya cukup jelas, kebanggaan atas bangsa dimiliki oleh setiap warga pada masa itu. Betapa hebatnya martabat kita untuk lepas dari belenggu penjajahan. Tentu bukan sekadar karena perjalanannya sangat jauh untuk mencapai sejarah monumental kemerdekaan. Tapi untuk alasan kemerdekaan negara ini dibangun dengan cita-cita yang agung. Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwasannya negara ini berdiri dengan tujuan untu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Yang menjadi biduk permasalahan saat ini justru bagaimana perjalanan ke depan negara ini dalam meraih cita-cita bangsa dengan kondisi generasi muda yang minim rasa kebanggaan.

    Generasi yang ada sekarang adalah generasi yang jauh dari hiruk pikuk perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mereka hidup dengan merdeka dan dalam struktur sosial yang mulai terkikis. Berkembangnya arus globalisasi membuat generasi muda mengalami “pendewasaan” dengan begitu cepat. Mereka ditawarkan dua bilah mata pisau, menjadi orang yang berintelek juga sebagai orang yang bisa dibodohi. Menjadi penguasa atau pecundang. Era ini seharusnya dapat melahirkan generasi dengan intelektualitas yang tinggi, tidak hanya intelektualitas secara kapasitas otak tapi juga dalam menyikapi arus pergerakan zaman. Namun yang ada, fasilitas yang ditawarkan globalisasi hanya ditelan mentah-mentah oleh generasi sekarang. Padahal masalahnya tidak seremeh-temeh itu, bangsa ini butuh regenerasi yang akan menjadi penggerak perubahan-perubahan besar di masa yang akan datang.

    Terkikisnya rasa kebanggaan pada tanah air begitu jelas terlihat hampir dalam semua elemen kehidupan generasi muda sekarang. Salah satunya persatuan. Globalisasi selain membawa sarat muatan teknologi invormasi juga membawa budaya individualisme. Dapat kita rasakan, generasi muda sekarang adalah mereka yang apatis terhadap kondisi lingkungan sekitar. Mereka tahu tapi selalu mencoba menutup mata. Generasi-generasi gadget ini hanya memedulikan bagaimana memenuhi apa yang dia inginkan hari ini dapat terpenuhi bukan apa yang bisa dia berikan untuk bangsa ini. Padahal, persatuan adalah poin utama dalam menyikapi berbagai masalah. Terseok-seoknya perjalanan bangsa ini juga disebabkan karena sikap generasi mudanya yang apatis.

    Di dalam tekanan arus perubahan global, modernisasi dan westernisasi turut serta menjadi penyebab terkikisnya rasa kebanggan akan bangsa Indonesia. Generasi muda sekarang tengah mengalami apa yang disebut dengan krisis identitas. Salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya pola pikir tersebut adalah bahwa pemikiran barat lebih maju dan lebih elegan sehingga terkikisnya rasa bangga atas budaya sendiri.

    Jika ditarik dari awal mula sejarah perjalanan bangsa Indonesia, kita telah kehilangan momentum penting dalam perbaikan mental dan kualitas generasi kita. Kita terlalu asyik berjibaku dengan urusan politik pasca proklamasi kemerdekaan. Hingga kita lupa menyiapkan generasi  untuk menggerakkan estafet bangsa ini. Tentu ini bukan hal mudah, mengubah pola pikir yang sudah terlanjur mengendap. Perlu sinergisitas setiap elemen bangsa untuk menghadirkan kembali momentum hari pahlawan. Bagaimana kita menyiapkan generasi yang tidak hanya menelan bulat-bulat tekanan globalisasi tapi juga generasi yang mampu mentransformasikan fasilitas globalisasi sebagai jalan untuk menciptakan momentum baru bagi bangsa ini.



    Nabila Faradina Iskandar
    Staf Kementerian Kajian Startegis BEM Kema Faperta
    Universitas Jenderal Soedirman


    Continue Reading
    Hut Smansa, 1 Agustus 2010

     Kerja bakti, November 2010

    Jalan Sehat, 13 Mei 2011

    Mabit, Februari 2011

    Foto kelas, Januari 2011

    Mabit, Februari 2011

    Renang, Maret 2011

    Class Meeting, Juli 2010



    Entah sejak kapan aku memutuskan bahwa Fire Fox akan menjadi cerita yang tak akan pernah usai. Berulang aku menuliskan kisah tentang mereka. Tentang keluarga yang selalu terasa berbeda disetiap jengkal kehadirannya. Bukan karena ada yang special di sana, tapi karena yang di sana semuanya special. Aku begitu menunggu waktu di mana kita bisa mengulang 365 hari yang lalu.

    Adit-Aim-Ali-Aziz-Asiah-Nanda-Bimo-Dina-Didik-Diyah-Dito-Intan-Flabella-Fikri-Hida-Tika-Ela-Mariyani-Nabila-Nawang-Putranto-Wulan-Rakhmadi-Rizqi-Ros-Sacana-Taufiq-Wildan-Bowo-Yuyun-Alan


    Rentang Tunggu, 9 November 2014 | Azifah Najwa

    Continue Reading
    -Ditemani backsong Mother, menanti modem yang tak kunjung bisa diajak berdamai-


    Sedang membuka-buka file kuliah, sudah ada tiga folder, sudah 3 semester menjadi mahasiswa, sudah 1,5 tahun menjadi bagian dari Unsoed, sudah hampir 18 bulan membuat cerita di Purwokerto. Kota kecil yang tak pernah aku bayangkan jika akan menjadi bagian cerita hidupku. Tempat menimba ilmu dan menyusun ulang mimpi-mimpi yang sempat aku biarkan berserakan. Terlalu banyak cerita yang tercipta dalam bingkai 18 bulan ini. Jadi aku tidak akan menulisnya ulang. Biarkan semua itu menjadi catatan-catatan yang menghuni buku harianku. 


    Hanya saja, selalu ada cerita yang tak bertahan lama untuk dipendam. Kerinduan. Cerita tentang kata kerja. Rindu tentang segala hal yang tak lagi bisa aku lakukan di sini. Yang tak lagi bisa aku rasakan di sini. Wajah tulus ibu, ayah yang tak lagi muda, adik yang selalu menawarkan cerita baru setiap harinya, sahabat, murabbi, teman-teman dilingkaran kecil itu, keluarga X.7, upusu gurupu, daaan... banyak sekali cerita tentang kerinduan yang tak bisa aku uraikan.
    -Dan aku juga merindukan masa di mana kita bisa membuat segala hal tampak layak untuk ditertawakan, ah, predikat itu sungguh menganggu-


    Juga rindu pada masa di mana aku seakan tak mengenal kosa kata "masalah". Ketika aku bebas menghabiskan waktu siangku untuk bermain-main dengan sawah. Ketika aku bebas menimbun berkubang di lumpur tanpa takut kotor. Ketika aku bebas memanjat pohon tanpa takut jatuh padahal aku tau aku takut sekali ketinggian. Ketika aku bebas mengayuh sepedaku, dan rentetan ketika-ketika yang lain yang terus memaksa untuk dituliskan.


    Dan aku begitu merindukan masa-masa itu!!


    Rentang Tunggu, 9 November 2014 | Azifah Najwa

    Continue Reading
    -Masih berjibaku dengan karya ilmiah-


    Today, I declarade as the winner. You know how it's feel? Amazing! Amazing! and amazing! While, this is not the first time, I always find it amazing for every victory. The road to my dream is getting closer.
    Just take the first step in faith! It's my motivate. You don't have to see the whole staircase, just take the first step in faith!!

    Me, Nabila Faradina Iskandar, fast learner, love technology, food scientist wanna be, japan student wanna be. Yeayy ^^

    I'm doing Youth Ag Summit project, and I hope can be one in there!!
    Australiaa, wait me on August :)


    Momentum keberhasilan harus diciptakan secara tersetruktur! Harus berani bangun di saat yang lain masih asyik terlelap, lari saat yang lain bangun, dan sampai saat yang lain baru mulai berlari!



    Rentang tunggu, 8 November 2014 | Azifah Najwa

    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me


    Azifah Najwa. Penulis. Peneliti. N’s. Food scientist. an ISTP.

    Blog Archive

    • ►  2021 (10)
      • ►  November (1)
      • ►  Maret (2)
      • ►  Februari (5)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2020 (3)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Februari (1)
      • ►  Januari (1)
    • ►  2019 (11)
      • ►  November (2)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  Mei (1)
      • ►  April (2)
      • ►  Januari (5)
    • ►  2018 (109)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (1)
      • ►  Agustus (2)
      • ►  Juni (1)
      • ►  April (13)
      • ►  Maret (31)
      • ►  Februari (28)
      • ►  Januari (32)
    • ►  2017 (115)
      • ►  Desember (13)
      • ►  November (11)
      • ►  Oktober (14)
      • ►  September (21)
      • ►  Agustus (14)
      • ►  Juli (2)
      • ►  Juni (5)
      • ►  Mei (6)
      • ►  April (4)
      • ►  Maret (9)
      • ►  Februari (9)
      • ►  Januari (7)
    • ►  2016 (161)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (6)
      • ►  Oktober (12)
      • ►  September (25)
      • ►  Agustus (20)
      • ►  Juli (19)
      • ►  Juni (16)
      • ►  Mei (18)
      • ►  April (10)
      • ►  Maret (10)
      • ►  Februari (13)
      • ►  Januari (6)
    • ►  2015 (309)
      • ►  Desember (10)
      • ►  November (20)
      • ►  Oktober (27)
      • ►  September (24)
      • ►  Agustus (25)
      • ►  Juli (70)
      • ►  Juni (47)
      • ►  Mei (20)
      • ►  April (29)
      • ►  Maret (18)
      • ►  Februari (10)
      • ►  Januari (9)
    • ▼  2014 (41)
      • ►  Desember (6)
      • ▼  November (9)
        • Peduli Apa?
        • Menjadi Samudra
        • Kebijaksanaan, Bukan Kesepakatan
        • Mengapa?
        • Ag Summit Project, Part 1
        • Menciptakan Momentum
        • -selalu- Fire Fox :')
        • Kerinduan; Cerita Tentang Kata Kerja Itu
        • Food Scientist Wanna Be ^^
      • ►  Oktober (10)
      • ►  September (15)
      • ►  Februari (1)
    • ►  2013 (2)
      • ►  Agustus (2)
    • ►  2012 (16)
      • ►  November (1)
      • ►  Oktober (3)
      • ►  Juli (1)
      • ►  Juni (3)
      • ►  April (3)
      • ►  Februari (3)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2011 (11)
      • ►  Desember (5)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (5)

    Total Tayangan Halaman

    Most View

    • SMANSA dan Sebuah Warisan
      SMANSA adalah satu dari 2 sekolah di mana saat aku diterima di dalamnya aku menangis. Iya, aku menangis, tentu bukan karena diterima di...
    • Jurnal 365
      Seperti gambar, tulisan adalah kapsul waktu, yang dapat membawa kita kembali mengenang. Mulai dari yang sangat ingin dikenang, hingga yan...
    • Drama
      Aku mengembangkan senyum terbaikku. Mencoba menikmati setiap waktu yang berjalan kala itu. Mencoba berdamai dengan kenyataan yang tidak s...
    • Berunding dengan Waktu
      Ketika waktu mempermainkan rindu, bersabarlah jangan menyerah. Bukankah hubungan jarak jauh memang seperti itu? Tidak ada lagi malam-ma...
    • Berjalan
        Kapan pun perjalanan membuatmu ragu, berhentilah sejenak, menepilah saja. Karena tak ada yang salah dengan memulai lagi segalanya. Mungkin...

    categories

    Catatan Cerita Dandelion Edelweis Food Scientist Idealisme KAMMI Keluarga Raudhatul Jannah Rentang Tunggu Rohis

    Followers

    facebook Google + instagram Twitter

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top