Just Note

Sejak aku jatuh cinta pada caramu membaca, sejak itu pula aku berjanji untuk tidak berhenti menulis

    • Home

    Saling bercerita adalah cara digdaya untuk memelihara cinta

    Berbahasa kata dalam tatap mata adalah cara untuk tetap waras di tengah rutinitas yang keras
    🍵


    Yogyakarta, 19 November 2019
    Azifah Najwa 
    Continue Reading


    Belum pernah aku merasa seberuntung ini
    Menjadi seseorang hanya karena dicintai seseorang
    Kini, setelah aku memilikinya, bahagia seperti lahir dalam bentuk-bentuk sederhana

    Bersamamu, aku tidak ingin tinggal sebagai pendampingmu saja

    Lebih dari itu

    Aku ingin menjadi teman tumbuh yang baik, untuk apa pun mimpi-mimpi di masa depanmu nanti

    Dan ingin rasanya aku berteriak

    Tuhan, untuk hal ini, kumohon, jangan mintakan kembali

    Biarkan aku saja yang menjaga dirinya, dan aku akan berhati-hati




    Azifah Najwa
    Yogyakarta, 10 November 2019
    Continue Reading

    Hari ini aku ingin menutup hari lebih cepat, melupakan segala hal yang membuatku teramat kecewa...

    Apa yang ku perbuat? Apa pilihan hidupku mengganggu hidup kalian?

    Bagaimana mungkin, hidup yang aku jalani dengan doa, ikhtiar, malah justru kalian jadikan bahan hiburan

    Semoga Allah anugerahkan kalian hidup yang lebih baik dan perangai yang lebih bijak

    Bukankah Allah maha pembolak-balik segalanya? :)



    Yogyakata, 1 Oktober 2019
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Pagi itu aku memutuskan menyampaikan semuanya. Menyampaikan apa yang aku dan ia telah diskusikan selama ini. Setelah menyiapkan semuanya. Ia, menyiapkan semuanya. Memastikan jika setelah keputusan itu kubuat, aku sudah siap lepas dari ketergantunganku dengan orang tua, terutama finansial. Memastikan jika setelah keputusan itu kubuat, apa yang akan terjadi, sepenuhnya menjadi tanggungjawabku, tidak akan menyalahkan orang lain, pun tidak bergantung pada orang lain. 

    Berat? Tentu. Takut? Barang pasti. Ragu? Aku akui ada. Bagaimana dengan deretan impianku yang masih begitu panjang. Bagaimana dengan baktiku pada mereka yang aku rasa belum pernah aku membalasnya. Bagaimana aku kelak menjadi orang tua. Dan deretan bagaimana bagaimana yang lain yang terus berkelindan. Percayalah ini tak mudah untuk seorang aku.

    Tak pernah terbayang sebelumnya, aku utarakan pada orang tuaku siapa laki-laki yang aku cintai, laki-laki yang aku harapkan menemaniku menghabiskan sisa hidupku. 

    Lalu setelahnya atmosfer rumah rasanya berubah. Entah apa yang terjadi aku sungguh tidak tahu, yang jelas belum ada jawaban terlontar dari ibuku, selain rentetan pertanyaan standar yang layaknya orang tua ajukan.


    Maka, disisa ramadhan yang tinggal menghitung hari ini, izinkan aku memohon kepadaMu, ya Rabb...mudahkan atau buat lah aku mengikhlaskan...




    Rumah, 23 Mei 2019
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Hari ini kami bertemu setelah hampir 3 minggu lamanya tidak berjumpa, pun setelah seminggu terakhir aku memilih mengambil jarak darinya. Kenapa? Yaa, namanya juga prempuan, mau bilang rindu harus dibikin masalah dulu~

    Lalu obrolan ini kamu buka dengan pertanyaan, "Puasa ya ke rumah?"

    Aku berpikir sejenak. Puasa. Oh oke, otaku mencoba mencernanya, kurang lebih 1 minggu lagi, lalu muncullah berderet kenyataan, aku yang masih suka berulah -seperti lima tahun sebelumnya-, dan ia yang selalu dewasa -selama lima tahun lamanya-, aku yang masih memikirkan diriku sendiri, dan ia yang -selalu- rela mengorbankan impian-impiannya.

    ***

    Belum ingin menikah. Tidak terlalu yakin dengan kalimat itu, tapi juga tidak sepenuhnya salah. Bisa kau bayangkan, bagaimana saat satu per satu teman terdekatmu menikah -meskipun pada kenyataannya aku tak benar-benar memiliki teman dekat-, bagaimana rasanya ketika orang tuamu mulai menanyakan itu berkali-kali, dan yang kau lakukan hanyalah menghindar, mungkin bagian ini yang paling menyakitkan, lalu bersembunya di balik alasan, menikah bukan lomba lari. Meskipun pernyataan itu benar, sangat benar.


    "Tahun ini ya..."


    Tahun ini. 
    Continue Reading

    Jika caraku untuk memberitahunya bahwa aku mencintainya adalah dengan mengatakannya, menulis tentangnya, menyatakan kekagumanku padanya, juga menyampaikan apa yang tidak aku suka, maka caranya lain, yang hingga detik ini aku juga tidak pernah tahu bagaimana cara yang ia lakukan untuk meyakinkanku bahwa ia adalah orang yang aku cari. 

    Iya aku tidak tahu, aku tidak tahu apakah bahasa cintanya dengan memberikan waktu terbaiknya, apakah bahasa cintanya dengan mengajakku mengenal dunianya, tahu apa film kesukaannya, tahu apa makanan kesukaannya, apakah bahasa cintanya dengan memastikan aku merasa aman dengannya, merasa nyaman bersamanya, bebas mengekspresikan semuanya.

    Ia tak pandai merangkai kalimat cinta, aku tahu. Tak akan mau memberiku bunga. Tidak jua memahami bagaimana penelitian membuatku jatuh cinta.

    Karenanya, sejak mengenalnya lima tahun lalu, aku juga tidak berharap ia seperti orang-orang pada umumnya, membawakanku bunga, mengirim pesan cinta, dan sebagainya. Mungkin begitu caranya melatihku agar tidak bergantung padanya, yang pasti itu bukan keahliannya.

    Hingga siang tadi, saat lelah benar-benar tiada tertahankan, dan aku yang aku butuhkan hanya tidur sebentar. Tepat sebelum terlelap aku bilang, "Duluan aja, nanti kalau udah setengah jam aku nyusul". Maksudku benar-benar aku baik-baik saja tidur di mushola sendiri, toh aku terbiasa tidur di mushola-mushola stasiun selama ini, belum lagi cuaca yang panas siang tadi, sedangkan aku tahu AC adalah tujuannya ke toko buku ini. Aku tidak masalah ditinggal, aku akan baik-baik saja.

    Lalu aku terlelap dengan nyenyaknya, entahlah berapa lama, yang jelas aku tidur sangat nyenyak. Hingga saat mushola mulai sesak aku terbangun, dan terkejut melihatnya menungguku. Iya, aku benar-benar terkejut. 

    Ah ternyata selama ini aku abai, begitu banyak bahasa cintanya yang tak pernah aku menyadarinya.


    Surakarta, 3 April 2019
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Kesal tapi tak layak jika protes, tak tahu malu, jika protes, tidak tahu diri jika bilang kesal.

    Ya seperti biasa. Ya sudah, aku sudah terbiasa.


    Bogor, 29 Januari 2019
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Titik terendah seorang anak di usianya yang tak lagi anak-anak mungkin adalah ketika pendapatnya sama sekali tak dipertimbangkan oleh orang tuanya. Ketika pencapaiannya tak pernah dihargai, ketika keputusannya selalu diragukan. Pada titik ini rasanya tak ada hal yang diinginkan selain menjauh, berharap memiliki kehidupan baru, tanpa mengenal dan dikenal orang lain..


    Bogor, 24 Januari 2019
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Jika ada do'a yang tak pernah berhenti aku rapalkan, salah satunya pastilah kesempatan melanjutkan S2, dengan beasiswa. Meskipun qodarullah, aku masih harus lagi menyusahkan bapak-ibu. Apakah S2 terasa mudah bagi seorang Nabila? Aku jawab tidak.

    Aku harus berkali-kali meyakinkan diri sendiri apakah benar aku S2 karena memang aku dapat memanfaatkan ilmu itu, atau aku hanya ingin lari dari kehidupan yang sedang aku jalani sekarang? Dari pekerjaan yang membuatku acap kali mengeluh. Atau aku hanya ingin membuktikan kepada orang-orang kalau aku bisa S2? Faghfirlii...

    Tidak sampai di situ saja, aku masih bertanya-tanya, apakah aku bisa benar-benar menjadi dosen setelah aku S2? Ataukah justru sama saja dengan sekarang? Apakah aku bisa mendapatkan beasiswa? Kuliah seperti apa yang akan aku jalani nanti? Apakah aku harus sambil bekerja part time? Ataukah aku harus full time wirausaha? Apakah nanti jualanku akan laku? Apakah aku bisa membiayai hidupku sendiri? Jika aku tidak bisa mendapatkan beasiswa setidaknya aku tidak menyusahkan orang tuaku dengan membiayai hidupku sendiri. Apakah sebaiknya aku menikah setelah selesai S2? Jika aku menikah saat menjalani S2, apakah harus aku meminta suamiku membiayai kuliahku? Bagaimana jika gajinya hanya cukup untuk hidup sehari-hari. Apakah orang tuaku yang harus membiayainya? Tapi aku sudah bukan lagi kewajiban bagi keduanya....

    Sebanyak itu, sebanyak itu pertanyaan yang berkelindan di pikiranku, yang acap kali membuatku lebih suka sendiri, yang acap kali membuatku berkecil hati... Lalu, yang kau lakukan meremehkanku? Ah, bahkan rasanya aku berdiri di kaki sendiri rasanya tak mampu, bagaimana mungkin aku bersandar pada sesuatu yang membuatku lebih rapuh?

    Bogor, 23 Januari 2019
    Azifah Najwa



    Continue Reading


    Pingin punya temen. Yang aku bisa cerita kalau aku kesel, tanggal tua, Bogor hujan sepanjang hari dan payungku ilang. Pingin punya temen, yang kalau aku cerita aku pingin jadi dosen, lalu mendo'akan, bukan meremehkan.

    Dan rasa-rasanya, aku menjadi ragu, semakin ragu~



    Bogor, 22 Januari 2019
    Azifah Najwa
    Continue Reading

    Semalaman aku memilih tidur lebih awal dibanding ikut merayakan hiruk pikuk tahun baru, 2018 adalah tahun yang cukup mendewasakanku. Aku akui, meskipun orang lain tidak. Sejak awal tahun lalu, saat aku memutuskan pergi ke Bogor. Menapakai kota baru yang tak pernah terpikirkan aku singgahi sebelumnya, menjalani kehidupan baru, mengenal kehidupan orang-orang, berdamai dengan ego dan juga rindu, gagal mendapatkan beasiswa berkali-kali, gagal interview kerja berkali-kali, mengerti bagaimana diremehkan, ditinggalkan orang yang aku sayangi, dan terakhir memutuskan resign, memutuskan keluar dari zona nyaman, memulai pencarian baru.

    Memutuskan S2 dengan segudang pertanyaan, merintis usaha dengan tertatih-tatih, meskipun aku tahu akan selalu ada Ulfi. Menikah? Aku belum berani memikirkan, meskipun tahun ini masuk target teratas. Hanya tiga target besar itu yang ada di list #2019Goals ku. Apakah menjadi dewasa seperti ini? Menjadi takut bermimpi?


    Bogor, 1 Januari 2019
    Azifah Najwa
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me


    Azifah Najwa. Penulis. Peneliti. N’s. Food scientist. an ISTP.

    Blog Archive

    • ►  2021 (10)
      • ►  November (1)
      • ►  Maret (2)
      • ►  Februari (5)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2020 (3)
      • ►  Desember (1)
      • ►  Februari (1)
      • ►  Januari (1)
    • ▼  2019 (11)
      • ▼  November (2)
        • 22.12 p.m.
        • Kumohon
      • ►  Oktober (1)
        • Semoga...
      • ►  Mei (1)
        • Izin
      • ►  April (2)
        • Tahun Ini
        • Bahasa Cinta
      • ►  Januari (5)
        • Terbiasa
        • Titik Terendah
        • S2
        • Need
        • 2019
    • ►  2018 (109)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (1)
      • ►  Agustus (2)
      • ►  Juni (1)
      • ►  April (13)
      • ►  Maret (31)
      • ►  Februari (28)
      • ►  Januari (32)
    • ►  2017 (115)
      • ►  Desember (13)
      • ►  November (11)
      • ►  Oktober (14)
      • ►  September (21)
      • ►  Agustus (14)
      • ►  Juli (2)
      • ►  Juni (5)
      • ►  Mei (6)
      • ►  April (4)
      • ►  Maret (9)
      • ►  Februari (9)
      • ►  Januari (7)
    • ►  2016 (161)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (6)
      • ►  Oktober (12)
      • ►  September (25)
      • ►  Agustus (20)
      • ►  Juli (19)
      • ►  Juni (16)
      • ►  Mei (18)
      • ►  April (10)
      • ►  Maret (10)
      • ►  Februari (13)
      • ►  Januari (6)
    • ►  2015 (309)
      • ►  Desember (10)
      • ►  November (20)
      • ►  Oktober (27)
      • ►  September (24)
      • ►  Agustus (25)
      • ►  Juli (70)
      • ►  Juni (47)
      • ►  Mei (20)
      • ►  April (29)
      • ►  Maret (18)
      • ►  Februari (10)
      • ►  Januari (9)
    • ►  2014 (41)
      • ►  Desember (6)
      • ►  November (9)
      • ►  Oktober (10)
      • ►  September (15)
      • ►  Februari (1)
    • ►  2013 (2)
      • ►  Agustus (2)
    • ►  2012 (16)
      • ►  November (1)
      • ►  Oktober (3)
      • ►  Juli (1)
      • ►  Juni (3)
      • ►  April (3)
      • ►  Februari (3)
      • ►  Januari (2)
    • ►  2011 (11)
      • ►  Desember (5)
      • ►  Oktober (1)
      • ►  September (5)

    Total Tayangan Halaman

    Most View

    • SMANSA dan Sebuah Warisan
      SMANSA adalah satu dari 2 sekolah di mana saat aku diterima di dalamnya aku menangis. Iya, aku menangis, tentu bukan karena diterima di...
    • Jurnal 365
      Seperti gambar, tulisan adalah kapsul waktu, yang dapat membawa kita kembali mengenang. Mulai dari yang sangat ingin dikenang, hingga yan...
    • Drama
      Aku mengembangkan senyum terbaikku. Mencoba menikmati setiap waktu yang berjalan kala itu. Mencoba berdamai dengan kenyataan yang tidak s...
    • Berunding dengan Waktu
      Ketika waktu mempermainkan rindu, bersabarlah jangan menyerah. Bukankah hubungan jarak jauh memang seperti itu? Tidak ada lagi malam-ma...
    • Berjalan
        Kapan pun perjalanan membuatmu ragu, berhentilah sejenak, menepilah saja. Karena tak ada yang salah dengan memulai lagi segalanya. Mungkin...

    categories

    Catatan Cerita Dandelion Edelweis Food Scientist Idealisme KAMMI Keluarga Raudhatul Jannah Rentang Tunggu Rohis

    Followers

    facebook Google + instagram Twitter

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top