Refleksi Hari Tani; Ketahanan Pangan, Hanya Tugas Petanikah?

6:29 PM

oleh:
Nabila Faradina Iskandar
Staf Ahli Kementerian Kajian Strategis
BEM Kema Faperta Unsoed



           Para pemikir negeri yang saya hormati, berbicara tentang sektor pertanian tidak asing lagi ketika kita berbicara tentang negara ini. Agraris merupakan platform yang terpampang jelas dalam perjalanan bangsa Indonesia. Namun, ketergantungan terhadap pasokan pangan impor masih menjadi salah satu permasalahan pelik bangsa yang pernah dicatat sejarah dunia karena swasembada berasnya ini. Bila di-tilik lebih jauh, ketergantungan impor bukanlah akar permasalahan. Dalam hal inilah petani menduduki posisi strategis dalam keatahanan pangan, sebagai konsumen juga sebagai produsen. Sekarang, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah upaya mewujudkan ketahanan pangan hanya tugas petani?
            Realitas tak terbantahkan bahwa pertanian merupakan sektor utama penyedia tenaga kerja  bagi bangsa ini dan berdasarkan data Badan Pusat Statistik bahwa pada Februari 2014 jumlah penduduk yang bekerja pada sektor pertanian mencapai 40,83 juta. Jadi, sudah barang tentu, pendapatan negara pun juga disumbangkan oleh sektor ini. Namun, yang menjadi masalah sekarang justru  regenerasi di sektor ini. Kekhawatiran terhadap banyaknya pemuda yang akhirnya memandang inferior bidang pertanian, padahal pertanian adalah aset berharga. 
Transformasi ketenagakerjaan di sektor pertanian tanaman pangan boleh dibilang berlangsung lambat. Tingkat pendidikan petani yang tetap rendah dan semakin dominannya kelompok petani usia tua merupakan sejumlah indikasinya.  Tingkat pendidikan petani yang rendah adalah kenyataan yang tidak banyak berubah sejak dulu. Padahal, tingkat pendidikan petani sangat menentukan keberhasilan petani dalam menyerap teknologi dalam bidang pertanian, dan tentu saja tingkat efisiensi dari usaha tani yang mereka jalankan. Dan dua hal ini adalah faktor yang sangat penting dalam menggenjot produksi.
            Hasil Survei Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan (SOUTTP) yang dilaksanakan BPS pada tahun 2011 menunjukkan bahwa 32,66 persen petani dengan nilai produksi terbesar tidak tamat Sekolah Dasar (SD), 42,32 persen hanya tamat SD, dan 14,55 persen hanya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Selain itu, pada hasil suervei yang sama, disebutkan bahwa sekitar 47,57 persen petani yang memiliki produksi terbesar berusia lebih dari 50 tahun. Data ini kian memperkuat pradigma yang tumbuh di masyarakat, bahwa menjadi petani adalah sesuatu yang tidak dinginkan dalam rencana hidup sebagian besar generasi muda bangsa ini.Hal ini perlu mendapat perhatian lebih dari kita semua, pasalnya rentan tahun 2020-2030 Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, bonus demografi merupakan keadaan di mana jumlah usia produktif meningkat pesat. Ini merupakan momentum sejarah yang jarang terjadi. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan secara optimal untuk menguatkan segala sektor yang ikut andil dalam pembangunan bangsa ini, khusunya sektor pertanian. Sehingga, dalam upaya menjamin ketahanan pangan bagi lebih dari 200 juta penduduk negeri ini tidak harus mengorbankan cadangan devisa dengan mengimpor dari luar.
            Selain petani, dalam kasus ini pemerintah lah yang memiliki andil terbesar karena segala keputusan dan kebijakan berada di tangan pemerintah. Ada banyak cabang permasalahan di bidang pangan yang pada akhirnya membuat negeri ini tidak dapat sepenuhnya berdikari di bidang pangan. Penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian, terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian, kelemahan dalam sistem alih teknologi, terbatasnya akses layanan usaha, dan masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian merupakan beberapa cabang masalah yang menyebabkan upaya mewujudan ketahanan pangan belum dapat terwujud. Tanpa penyelesain yang mendasar dan komperhensif dalam berbagai aspek di atas kesejahteraan petani akan terancam dan wacana ketahanan pangan akan stagnan dalam taraf wacana.
            Luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang terlibat dalam pengembangan sistem ketahanan pangan, maka diperlukan kerja sama yang sinergis antar institusi dan generasi muda. Pemantapan ketahanan pangan hanya dapat diwujudkan melalui kerja sama yang kolektif dari seluruh pihak yang terkait. Nasib terpenuhinya kebutuhan perut ratusan juta rakyat Indonesia bertumpu pada petani dan nasib kemajuan pembangunan suatu bangsa bertumpu pada pemudanya.


           
Purwokerto, 24 September 2014
Catatan Idealisme

You Might Also Like

1 komentar

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus