Jepang VS Australia
12:22 PM
Jepang. Ah, iya, antara pasrah dan pasrah. Selisih dua jam dari tempat aku berpijak melawan tiga puluh derajat garis bujur. Tentang negeri dengan bunga berkelopak pink yang berguguran di jilbabku. Tentang suasana menyenangkan yang ditawarkan di film-film Doraemon. Faghfirly...
Sejujurnya aku takut menulis tulisan ini. Sama takutnya dengan membaca tulisan-tulisanku yang dulu. Tentang mimpi menjadi dokter gigi, yang telah mati terbunuh kenyataan.
Ah iya, minggu yang panjang, ku rasa. Tentang Gamais Fair. Dan beberapa karya ilmiah yang lupa terjamah. Maaf jika kurang amanah. Besok sudah senin. Enzim Pangan. Matakuliah yang tiba-tiba menjadi favorit selain Evaluasi Gizi. Minggu-minggu sebelumnya belajar pendahulan, pengertian, dan ruang lingkup enzim, minggu kemarin belajar menjadi Presiden. Iya, belajar enzim membuatku merasa seperti presiden. Memikirkan feneomena dari segala aspek kehidupan, dituntut berpikir holistik. Dan satu hal, aku merasa menjadi manusia di sini, iya karena segala keputusan yang diambil harus didasari landasan filosofis. Menyenangkan kan?
Cerita enzim hanya pengalihan, sejujurnya aku sedang galau. Beberapa hari yang lalu menemukan email mendarat di inboxku. Email yang terbang jauh-jauh dari Australia. Essay competition yang kukirim entah kapan itu, ternyata lolos. Ke Australia. Harusnya aku bahagia, kata Mba Hasna. Tapi entahlah. Paspor belum ada, pake biaya sendiri pula. Ah, Allah Maha Kaya kok. Jadi aku harus apa?
Gedung TP, 27 September 2015
Azifah Najwa
0 komentar