Beres-beres
1:30 AM
Seharusnya saya sedang menyelesaikan
PKM, hehe, untuk ketua kelompok PKM saya, nanti lagi ya mas ta seleseinnya.
Kebiasaan burukku ini nih, kalo udah buka leptop, mesti mampir ke mana-mana
dulu -,-
Udah hari jum’at lagi aja, perasaan
baru kemarin. Ehem. Itu artinya seminggu lagi saya pulang! Yeay!
Sambil muter backsong “Mother”...
Seminggu terakhir otak saya
dipenuhi mimpi-mimpi yang sempat tercecer. Sudah saya bereskan dan saya rapihkan
barusan. Tinggal direalisasikan satu per satu –bismillah-. Bermula dari sharing
pasca Eval OSMB yang gagal, saya seakan kembali menjadi diri saya lagi. Huu,
betapa bodohnya, dua semester ini hanya jalan di tempat. Meskipun beberapa
teman tidak membenarkan pernyataan saya. “IPmu berapa? Udah menang lomba apa
aja dua semester ini? Beasiswa dari mana-mana, masih dibilang jalan di tempat? Kalau
kamu hanya jalan di tempat, lalu aku ngapain? Ngesot?,” ada teman yang menimpal
seperti itu saat saya bilang kalau dua semester ini saya hanya jalan di tempat.
Jleb. Bukan saya tidak bersyukur. Sungguh bukan. Jika kalian tahu apa-apa saja
yang seharusnya saya realisasikan di dua semester masa kuliah saya, kalian
pasti akan mengatakan hal yang sama. Dua semester ini gerak saya stagnan, diam dalam
fase pencarian pembenaran.
Selama ini, segala hal yang saya
lakukan seakan masih setengah-setengah. Tidak pernah sempurna fokus. Akan saya
bocorkan sedikit impian saya di perjalanan 3,5 tahun ini. Ya ini, menyelesaikan
studi 3,5 tahun. Mustahil. Begitu kata
orang-orang. “Mustahil menyelesaikan studi 3,5 tahun di prodimu.” 10 dari 10
orang yang saya beri tahu hal ini mereka mengatakan demikian. Sebal? Tentu iya.
Jadi kalian meremehkanku? Awas saja! Saya hanya menggerutu demikian di dalam
hati. Tetap saya dengarkan, masukan telinga kanan keluarkan telinga kiri,
hehehe. Masa bodoh apa kata orang, mereka hanya bisa mencibir dan menertawakan,
tidak tahu seberapa kuat saya berusaha.
Mimpi kedua, mapres unsoed. “Udah
masuk unsoed, masa ga bisa jadi mapres.” Saya selalu memotivasi diri sendiri
seperti itu. Iri. Jujur iri. Iri dengan teman-teman yang bisa masuk universitas
bonafide yang mana segala “fasilitas” terpenuhi. Saya hanya butuh fasilitas
budaya kompetetif yang sehat. Itu saja, terlalu muluk-mulukkah? Kadang saya
juga menertawakan diri sendiri. Punya apa saya untuk jadi mapres? Kemampuan Bahasa
Inggris saya bisa dibilang masih standar. IP saya belum pernah 4, lalu apa
lagi, persiapan saya untuk menjadi mapres masih stagnan pada modal tekad. Itu saja.
Mimpi ketiga, melanjutkan studi ke
Jepang. Kalian tahu apa alasan saya ingin melanjutkan studi ke Jepang? Hanya
satu. Jepang itu negerinya Doraemon. Tertawa? Silakan. Menganggap ini lelucon?
Saya serius, sedang tidak melucu. Siapa si yang tidak ingin melanjutkan studi
ke negeri matahri terbit ini, dengan segala sistem yang mutahir, fasilitas
publik yang memadai, dan budaya masyarakatnya, Jepang menjadi tempat favorit
kebanyakan mahasiswa Indonesia. Jadi, jika suatu saat Jepang tidak memiliki
semua itu, saya masih punya alasan kenapa saya harus melanjutkan studi di
Jepang, karena bagaimanapun sejarah dunia pernah mencatat kalau Doraemon lahir
dan tumbuh di Jepang.
Mimpi keempat, buku saya terbit,
udah itu aja!
Mimpi kelima, beras analog
fungsional! Ahli pangan tetap harus memegang teguh idealismenya sebagai ahli
pangan, tapi bukan berarti tidak melihat kebutuhan.
Dan impian terbesar saya adalah
kembali ke Kebumen. Membangun kota beriman ini. Punya apa saya? Punya semua itu
di atas. Punya Allah. Kebumen tidak hanya tentang keluarga, rumah, dan kawan.
Tapi juga tentang alasan dari banyak kepergian.
Kalian pasti akan berpikir saya
gila, mimpinya terlalu tinggi dan terlalu berani. Silakan.
Jika hanya mendengarkan mereka yang
tidak tahu bagaimana kamu seutuhnya dan baru hidup bersamamu barang beberapa
semester, saya yakin kamu akan jatuh, hancur berkeping-keping. Saya pernah merasakannya,
maka dari itu saya bicara. Saya meragukan diri saya? Sudah pasti. Tapi
bagaimana mungkin saya meragukan kepercayaan kedua orang tua saya.
Yang saya suka dari pelagi, pelangi
tidak terbentuk hanya oleh adanya sinar matahari dan gerimis. Tetapi butuh
sudut bias yang presisi. Allah sudah menyediakan sinar dan gerimisnya, tinggal
bagaimana saya mengusahakan sudut biasnya.
“Allah, jadikan setiap harap agar
tak berlebihan, agar setiap rasa selalu dalam kadarnya, agar tiap cita selalu
dalam bingkai niatnya...”
#Ingatkan saya kalau saya punya
cita-cita ini J
0 komentar